Sengketa Wilayah Perbatasan Indonesia - Malaysia di Tanjung Datuk dan Dusun Camar Bulan

Berita :
Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana berpendapat, meruncingnya isu perbatasan Indonesia-Malaysia, seperti terjadi di Dusun Camar Bulan, salah satunya dipicu oleh isu penentuan titik perbatasan.
Menurut Hikmahanto, meski antara Indonesia dan Malaysia pasca-kemerdekaan telah mengadopsi dan mengakui perjanjian perbatasan antara Inggris dan Belanda di Borneo yang dibuat pada tahun 1891, namun di sejumlah titik masih terdapat saling klaim.
“Oleh kedua negara, saling klaim ini disebut sebagai Outstanding Boundary Problems (OBP). Ada 10 titik OBP di perbatasan Kalimantan yang salah satunya disebut sebagai OBP Tanjung Datu, dimana di situ terdapat Dusun Camar Bulan,” kata Hikmahanto dalam keterangan persnya, Selasa (11/10/2011).
Permasalahan OBP Tanjung Datu, jelasnya, muncul karena Komisi I DPR mempermasalahkan titik yang lebih berpihak pada Malaysia. Padahal titik tersebut telah disetujui oleh Indonesia dengan Malaysia yang dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) pada pertemuan di Semarang pada 1978 silam.
MoU 1978 dipermasalahkan karena pengertian batas-batas alam (watershed) dalam Perjanjian 1891 serta identifikasinya di lapangan. Tim Indonesia-Malaysia ketika mencari watershed tidak menemukannya. Namun ketika metode diubah, barulah watershed ditemukan. “Sayangnya watershed yang ditemukan jauh memasuki wilayah Indonesia. Lebih disayangkan lagi ternyata watershed inilah yang kemudian disepakati pada tahun 1978,” jelas guru besar hukum Universitas Indonesia (UI) ini.
Yang kemudian menjadi pertanyaan apakah MoU 1978 telah mengikat Indonesia dan apakah kesepakatan tersebut tidak dapat dibatalkan?
Hikmahanto memaparkan, secara hukum internasional, OBP Tanjung Datu yang telah dituangkan dalam MoU 1978 belum mengikat kedua negara. Ada tiga alasan yang mendasari. Pertama karena titik-titik dalam OBP belum dituangkan dalam perjanjian perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. MoU hanya mengidentifikasi berdasarkan survei secara teknis yang seharusnya ditindaklanjuti dengan perjanjian perbatasan.
Kedua, berdasarkan Pasal 10 huruf (b) UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, maka Perjanjian Internasional yang menyangkut penetapan batas harus mendapat pengesahan dari DPR.
Ketiga dalam perundingan perbatasan apapun kesepakatan yang dibuat oleh tim teknis sewaktu-waktu dapat dibatalkan bila tidak diterima oleh lembaga tinggi masing-masing negara. Kesepakatan teknis tidak dapat mengenyampingkan alasan-alasan politis kedua negara.

“Karenanya bila MoU 1978 tidak bisa diterima oleh pemerintah Indonesia saat ini sebaiknya proses lanjutan untuk dituangkan dalam perjanjian internasional tidak diteruskan. Namun bila pemerintah bersikukuh untuk menghormati MoU 1978, DPR sebaiknya tidak mengesahkan RUU perjanjian perbatasan yang diajukan,” ujarnya.
Komentar :
Sengketa ini mengenai berpindahnya patok perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di daerah Kalimantan Barat tepatnya di Dusun Camar Bulan dan Tanjung Datuk. Dari sengketa ini, Indonesia dikabarkan mengalami kerugian yaitu kehilangan wilayah di Dusun Camar Bulan sebesar 1490 Ha dan 800 meter garis pantai di Tanjung Datuk. Patok yang awalnya disetujui oleh pihak Malaysia dan Indonesia yaitu patok yang sesuai dengan peta Belanda Van Doorn tahun 1906, peta Sambas Borneo dan peta Federated Malay State Survey tahun 1935 berubah dikarenakan adanya MoU antara Border Comeete Indonesia dengan pihak Malaysia. Sehingga patok-patok baru muncul dan tidak sesuai dengan patok yang lama. 

Kejadian ini merupakan teguran terhadap pemerintah kedua negara, khususnya untuk pemerintah Indonesia. Kurangnya pengawasan, pengembangan, fasilitas, sarana dan prasarana dari pemerintah Indonesia terhadap wilayah-wilayah perbatasan Indonesia menimbulkan masalah seperti ini. Diperlukan juga komunikasi yang baik antar dua negara yang bertetangga seperti Indonesia dan Malaysia agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi. Selain itu, diperlukan hubungan pemerintah yang baik juga agar komunikasi dan kerja sama antara Indonesia dan Malaysia dapat berjalan, bukannya perdebatan dan persaingan bahkan permusuhanlah yang muncul diantara dua negara tetangga ini. Upaya diplomasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan dengan menghadirkan komponen bangsa lainnya untuk membangun wilayah perbatasan, terutama infrastruktur pendidikan, kesehatan dan lainnya merupakan hal yang harus dilakukan pemerintah dengan sungguh-sungguh diwilayah perbatasan.
Sumber :
  • https://belanegarari.com/2012/06/15/sengketa-daerah-perbatasan-indonesia-dan-malaysia/
  • http://news.okezone.com/read/2011/10/11/337/513830/silang-sengkarut-sengketa-perbatasan-tanjung-datu
  • https://www.intelijen.co.id/konflik-konflik-perbatasan-indonesia-malaysia

Mix Design Beton ACI

Mix Design Beton American Association (ACI) Metode Absolute Volume
Metode American Concrete Institute (ACI) mensyaratkan suatu campuran perancangan beton dengan mempertimbangkan sisi ekonomisnya dengan memperhatikan ketersediaan bahan-bahan di lapangan, kemudahan pekerjaan, serta keawetan kekuatan dan pekerja beton. Cara ACI melihat bahwa dengan ukuran agregat tertentu, jumlah air perkubik akan menentukan tingkat konsistensi dari campuran beton yang pada akhirnya akan mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan (workability).

1.         Perancangan
Sebelum melakukan perancangan, data-data yang dibutuhkan harus dicari. Jika data-data yang dibutuhkan tidak ada, dapat diambil data dari tabel-tabel yang telah dibuat untuk membantu penyelesaian perancangan cara ACI ini. Bagian alir perancangan dengan metode ACI dapat dilihat pada gambar 8.2.
Pada metode ini, input data perancangan meliputi data standar deviasi hasil pengujian yang berlaku untuk pekrjaan yang sejenis dengan karakteristik yang sama. Selanjutnya data tentang kuat tekan rencana, data butir nominal agregat yang digunakan, data slump, (jika diinginkan dengan nilai tertentu), berat jenis agregat, serta karakteristik lingkungan yang diinginkan.

2.         Langkah Perancangan
1)      Hitung kuat tekan rata-rata beton, berdasarkan kuat tekan rencana dan margin, f’cr = m + f’c
a.       m = 1.64*Sd, standar deviasi diambil berdasarkan data yang lalu, jika tidak ada diambil dari Tabel 8.1 berdasarkan mutu pelaksanaan yang diinginkan.
b.      Kuat tekan rencana (f’c) ditentukan berdasarkan rencana atau dari hasil uji yang lalu.
Volume Pekerjaan
Mutu Pelaksanaan (Mpa)
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kecil (< 1000 m3)
Sedang (1000 - 3000 m3)
Besar ( > 3000 m3)
4.5 < sd<5.5
3.5 < sd<4.5
2.5 < sd<3.5
5.5 < sd<6.5
4.5 < sd<5.5
3.5 < sd<4.5
6.5 < sd <8.5
5.5 < sd <7.5
4.5 < sd <6.5
Tabel 8.1 Nilai Standar Deviasi
2)      Tetapkan nilai slump, dan butir maksimum agregat
a.       Slump ditentukan. Jika tidak dapat, data diambil dari Tabel 8.2
Jenis Konstruksi
Slump (mm)
Maksimum
Minimum
-       Dinding Penahan dan Pondasi
-       Pondasi sederhana, sumuran, dan dinding sub struktur
-       Balok dan dinding beton
-       Kolom struktural
-       Perkerasan dan slab
-       Beton masal
76.2
76.2

101.6
101.6
76.2
50.8
25.4
25.4

25.4
25.4
25.4
25.4
Tabel 8.2 Slump yang disyaratkan untuk berbagai konsentrasi kenurut ACI.
b.      Ukuran maksimum agregat dihitung dari 1/3 tebal plate dan atau 3/4 jarak bersih antar baja tulangan, tendon, bundle bar, atau ducting dan atau 1/5 jarak terkecil bidang bekisting ambil yang terkecil, jika tidak diambil dari Tabel 8.3.
Dimensi Minimim, mm
Balok / kolom
Plat
62.5
150
300
750
12.5 mm
40 mm
40 mm
80 mm
20 mm
40 mm
80 mm
80 mm
Tabel 8.3 Ukuran Maksimum Agregat
3)      Tetapkan jumlah air yang dibuhkan berdasarkan ukuran maksimum agregat dan nilai slump dari Tabel 8.4
Slump (mm)
Air (lt/m3)
9.5 mm
12.7 mm
19.1 mm
25.4 mm
38.1 mm
50.8 mm
76.2 mm
152.4 mm
25.4 s/d 50.8
76.2 s/d 127
152.4 s/d 177.8
Mendekati jumlah kandungan udara dalam beton air entrained (%)
210
231
246



3.0
201
219
231



2.5
189
204
216



2.0
180
195
204



1.5
165
180
189



1.0
156
171
180



0.5
132
147
162



0.3
114
126
-



0.2
25.4 s/d 50.8
76.2 s/d 127
152.4 s/d 177.8
Kandungan udara total rata-rata yang disetujui (%)
183
204
219
177
195
207
168
183
195
162
177
186
150
165
174
144
159
168
123
135
156
108
120
-
Diekspose sedikit
Diekspose menengah
Sangan ekspose
4.5
6.0

7.5
4.0
5.5

7.0
3.5
5.0

6.0
3.0
4.5

6.0
2.5
4.5

5.5
2.0
4.0

5.0
1.5
3.5

4.5
1.0
3.0

4.0
Tabel 8.4 Perkiraan Air Campuran dan Persyaratan Kandungan Udara untuk Berbagai Slump dan Ukuran Nominal Agregat Masimum
4)      Tetapkan nilai Faktor Air Semen dari 8.5. Untuk nilai kuat tekan dalam Mpa yang berada di antara nilai yang diberikan dilakukan interpolasi.
Kekuatan Tekan
28 hari (Mpa)
FAS
Beton
Air-entrained
Beton
Non Air-entrained
41.4
34.5
27.6
20.7
13.8
0.41
0.48
0.57
0.68
0.62
-
0.4
0.48
0.59
0.74
Tabel 8.5 Nilai Faktor Air Semen
5)      Hitung semen yang diperlukan, yaitu jumlah air dibagi dengan factor air semen.
6)      Tetapkan volume agregat kasar berdasarkan agregat maksimum dan Modulus Halus Butir (MHB) agregat halusnya  sehingga didapat persen agregat kasar (Tabel 8.6). Jika nilai Modulus Halus Butirnya berada di antaranya, maka dilakukan interpolasi. Volume agregat kasar=persen agregat dikalikan dengan berat kering agregat kasar.
7)      Estimasikan berat beton segar berdasarkan Tabel 8.7, kemudian hitung agregat halus, yaitu berat beton segar – (berat air + berat semen + berat agregat kasar).
8)      Hitung proporsi bahan, semen, air, agregat kasar dan agregat halus, kemudian koreksi berdasarkan nilai daya serap air pada agregat.
9)      Koreksi Proporsi Campurannya.
Ukuran
Agregat
Maks (mm)
Volume Agregat kasar kering * persatuan volume untuk berbagai modulus halus butir
2.40
2.60
2.80
3.00
9.5
12.7
19.1
25.4
38.1
50.8
76.2
152.4
0.50
0.59
0.66
0.71
0.75
0.78
0.82
0.87
0.48
0.57
0.64
0.69
0.73
0.76
0.80
0.85
0.46
0.55
0.62
0.67
0.71
0.74
0.78
0.83
0.44
0.53
0.60
0.65
0.69
0.72
0.76
0.81
Tabel 8.6 Volume Agregat Kasar Per satuan Volume Beton

3.         Kekurangan dan Kelebihan
1)      Cara ini merupakan cara coba-coba untuk memperoleh proporsi bahan yang menghasilkan konsistensi. Jika dipakai agregat yang berbeda akan menyebabkan konsistensi yang berbeda juga.

2)      Nilai Modulus Halus Butir (MHB) sebenarnya kurang menggambarkan gradasi agregat yang tepat. Untuk agregat dengan berat jenis yang berbeda, perlu dilakukan koreksi lagi.

Sumber:
  • https://amiros.wordpress.com/2011/07/15/merancang-campuran-beton-normal-dengan-metode-aci-211-1-89/
  • http://e-journal.upp.ac.id/index.php/aptk/article/view/89
  • https://www.researchgate.net/publication/279443931_MIX_Design_Beton_Metode_SKSNI_dan_ACI_dengan_Bantuan_Bahasa_Pemrograman_Komputer