Masih sangat berbekas
diingatan kita semua akan tragedi di Tolikara, Papua pada Jumat, 17 Juli 2015
yang lalu. Tragedi yang bertepatan dengan hari raya Idul Fitri tersebut
merupakan salah satu bentuk diskriminasi di Indonesia. Keributan
ini terjadi karena pemuda Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang datang
untuk membubarkan umat Islam yang tengah melakukan shalat ied. Kejadian
tersebut juga bertepatan sedang terselenggaranya seminar dan KKR pemuda GIDI.
Keributan tersebut mengakibatkan kebakaran puluhan kios dan beberapa orang yang
luka-luka. Banyak sekali berita-berita pemicu terjadikan kerusuhan tersebut
yang belum diketahui kebenarannya. Dugaan-dugaan tersebut sebaiknya segera
disikapi oleh pemerintah agar tidak terjadi kesalahpahaman hingga terjadi
kejadian serupa akibatnya. Pemerintah juga harus mengambil tindakan yang
efektif dalam menyikapi kasus atau tragedi ini.
(Gambar suasana saat berlangsungnya tragedi di Tolikara, Papua)
Wakil presiden Indonesia,
Jusuf Kala mengatakan bahwa tragedi Tolikara disebabkan oleh pengeras suara
atau speaker. JK menjelaskan didaerah tersebut ada dua acara yang berdekatan
atar umat agama yang berbeda, yaitu Kristen dan Islam. "Ada
acara Idul Fitri, ada pertemuan pemuka masyarakat gereja. Memang asal-muasal
soal speaker itu," ujar JK dalam konferensi pers di Istana Wakil Presiden,
Jakarta Pusat.
Ia menuturkan, masyarakat seharusnya dapat
mengetahui bahwa ada dua kepentingan yang terjadi bersamaan. "Satu Idul
Fitri, satu karena speaker, saling bertabrakan. Mestinya kedua-duanya menahan
diri. Masyarakat yang punya acara keagamaan lain harus memahami," kata JK.
Menurut dia, kedua belah pihak membutuhkan komunikasi yang lebih baik jika mau
menggelar acara-acara serupa. Ia pun berharap kepolisian dan kepala daerah
setempat bisa menyelesaikan masalah tersebut sesuai jalur hukum.
Surat edaran dari Sinode
Gereja Injili di Indonesia yang disebar pada 11 Juli 2015 disebut-sebut menjadi
salah satu penyebab terjadinya konflik tersebut. Pemerintah melalui Direktur
Jenderal Bimbingan Masyarakat (BIMAS) Kristen Kementrian Agama, Oditha Ronny
Hutabarat menyatakan baru mengetahui ada surat edaran tersebut setelah terjadi
kerusuhan di Tolikara. "Kami justru baru tahu ada surat tersebut. Kalau
tahu, tentu tidak akan dibiarkan," kata Oditha saat konferensi pers di
gedung Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Jakarta Pusat, Sabtu
(18/7).
Ronny mengaku prihatin
karena surat edaran tersebut dibiarkan beredar begitu saja. "Seharusnya,
cabutlah surat itu. Bagaimanapun surat itu dapat memancing konflik bila sampai
di tangan yang tidak benar," katanya. Ronny mengatakan bahwa konflik di
Tolikara tersebut bukan konflik agama. "Terdapat isu ketidakadilan di
Papua dalam konteks masalah ini. Warga lokal bilang, kalau tidak ada suara
tembakan, mungkin tidak akan ada kerusuhan seperti ini," katanya. Dalam
melihat masalah ini, ia berpendapat perlu dipakai "kaca mata" Papua,
di mana ada kekhasan yang harus diperhatikan dari wilayah yang rawan konflik
tersebut. "Pasti ada hal lain di balik kejadian ini. Maka kami serahkan ke
penegak hukum untuk menyelidiki masalah ini," katanya.
(Gambar kerusakan bangunan dan benda-benda setelah tragedi Tolikara)
Sumber :
- http://blog.ryanmintaraga.com/tag/penyebab-kerusuhan-di-tolikara/
- http://hizbut-tahrir.or.id/2015/07/29/tragedi-tolikara-intoleransi-keterlibatan-asing-dan-separatisme/
- https://arrahmahnews.com/2015/07/17/kronologi-kerusuhan-saat-sholat-ied-di-wamena-tolikara-papua/
- http://www.tribunnews.com/nasional/2015/07/19/kemendagri-sudah-mengetahui-penyebab-terjadinya-insiden-tolikara
Posting Komentar