Smart City untuk Kota-kota di Indonesia


            Smart city atau yang dikenal dengan kota pintar ialah sebuah bentuk kota yang memudahkan masyarakat dengan pengelolaan sumber daya yang efisien dan mengintegrasikan informasi langsung kepada masyarakat perkotaan. Ide smart city ini didasarkan pada bagaimana sumber daya manusia dapat mengkoordinasikan seluruh elemen-elemen dari suatu kota agar menciptakan lingkungan perkotaan yang pintar. Berawal dari warga yang pintar maka mampu menciptakan kota yang pintar.
(Gambar Landscape Smart Cities)

             Berbagai kota di dunia sudah banyak yang menerapkan konsep smart city ini. Konsep smart city ini terbukti efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga menciptakan kemakmuran warganya. Terdapat dua jenis indikator dalam konsep smart city ini, yaitu indikator tolok ukur dan indikator tata kelola kota.
            Indikator tolok ukur ialah indikator yang dijadikan tolok ukur untuk pencapaian sebuah kota cerdas, antara lain:
   1.Smart living,  berkaitan dengan fasilitas kebudayaan, kesehatan, kualitas tempat tinggal dan keamanan.
2    2.Environment (lingkungan), berkaitan dengan melindungi lingkungan dan mencegah polusi.
3 3.Utility (prasarana), berkaitan dengan fasilitas publik untuk masyarakat dan kenyamanan menggunakannya.
4  4.Economy (ekonomi), berkaitan dengan produktivitas tinggi, kewiraswastaan dan kemampuan bertranspormasi.
5      5.Mobility (mobilitas), berkaitan dengan infrastruktur dan sistem transportasi yang berkelanjutan.
6.Governance (pemerintah), berkaitan dengan strategi dan perspektif politik, transparansi dan komunitas partisipasi dalam membuat keputusan. 7.People (masyarakat), berkaitan dengan keragaman, partisipasi masyarakat dalam kehidupan publik dan kreativitas.

 Indikator tata kelola kota yaitu membuat kota dengan tata kelola yang berkelanjutan atau terus menerus, antara lain: smart development planning (rencana pengembangan), smart green open space (daerah penghijauan), smart transportation (trasnportasi), smart waste management (pengelolaan sampah), smart water management (pengelolaan air), smart building (gedung) dan smart energy (energi). Delapan indikator ini bertujuan untuk membuat tata kelola kota yang berkelanjutan. Konsep smart city juga diharapkan dapat mengatasi kemacetan parah yang telah menjadi masalah selama bertahun-tahun.
(Gambar Penerapan Konsep Smart City di Yokohama, Jepang, dengan tahapan pengembangan tata kota yang berlangsung secara berkelanjutan)
            Menurut Prof. Dr. Suhono Harso selaku Chairman Institute for Innovation and Entrepreneurship Development Institut Teknologi Bandung (ITB), jika terdapat indikator-indikator tersebut, belum lengkap bila tidak adanya elemen pendukung dalam smart city. Smart city akan terbangun dengan lima teknologi pendukung yang pintar yaitu, komunikasi dari satu mesin ke mesin lain, komputasi awan, media sosial, teknologi Geographical Information System (GIS) dan sensor pintar. Sensor pintr memiliki peran visual yang sangat penting dalam smart city yang memiliki konsep utama yaitu sensing, understanding dan acting. Sensor pintar misalnya dapat berperan dalam mengetahui daerah dimana kendaraan dalam keadaan merayap, dengan adanya sensor di lampu lalu lintas akan membuat lampu hijau untuk kendaraan merayap lebih lama menyala dari pada untuk kendaraan yang lancar.
            Selain teknologi, diperlukan juga masyarakat yang cerdas untuk dapat mewujudkan smart city ini. Menurut pengamat perkotaan Wicaksono Saroso, percuma saja jika diterapkan konsep kota pintar berbasis teknologi tetapi masih banyak ditemukan perilaku masyarakatnya yang tidak cerdas seperti: menerobos lampu merah, buang sampah sembarangan dan lainnya. Menurut Saroso, dalam penerapan kota cerdas dibeberapa negara, mereka sudah matang dalam penanganan masalah banjir, kemacetan lalu lintas, mengatasi ledakan penduduk, pengadaan air bersih dan lainnya.
(Gambar Command Centre di Bandung sebagai penerapan atribut Smart City)
            Beberapa kota besar di Indonesia seperti Bandung dan Surabaya kini mulai menerapkan atribut kota pintar. Bandung telah memberikan layanan akses internet di taman kota, mencanangkan kartu pintar tarif kendaraan umum, dan mendirikan command centre. Surabaya berhasil dalam melibatkan masyarakatnya untuk berpartisipasi dalam menjadikan kotanya sebagai smart city. Jakarta sebagai Ibu Kota kini juga sedang berupaya menuju kota metropolitan yang menerapkan konsep smart city. Semoga smart city terus-menerus dapat diterapkan di kota-kota diseluruh Indonesia dan dunia, sehingga kehidupan masyarakat semakin maju dan sejahtera.

Sumber :
  • Majalah Technokonstruksi edisi Juni 2015, halaman 64 sampai 67
  • http://nicolasruslim.com/blog/catatan-nico/apa-itu-smart-city/
  • http://www.plimbi.com/news/158601/smart-city-konsep-kota-cerdas

Penyebab-penyebab Macetnya Jakarta

             Jakarta, Ibu Kota kita tercinta ini bukanlah Jakarta namanya kalau tidak macet. Hampir disetiap jalan besar kota Jakarta tidak luput dari kemacetan. Kita sebagai penduduk Jakarta tentu resah dengan kemacetan yang tiada selesai. Pemerintah yang berjanji ingin menuntaskan kemacetan di Jakarta, belum tercapai sepenuhnya, mungkin memang tidak akan pernah tercapai.
           (Gambar Pemandangan Ibu Kota Jakarta ditengah kemacetan)
              Sadar tidak sadar, banyak sekali masalah di jalanan, mulai dari masalah serius sampai masalah yang keci yang dapat menyebabkan kemacetan. Apa saja penyebab tersebut? Saya sebagai seseorang yang beraktivitas di Jakarta ingin mengulas hal tersebut. Semua permasalahan yang saya sampaikan ini merupakan hasil pengamatan saya secara langsung selama saya beraktivitas sehari-hari di Ibu Kota.
Penyebab-penyebab macetnya Jakarta antara lain :
1.  Luas beberapa jalanan di Jakarta tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang lewat. Beberapa jalanan di Jakarta, bahkan jalanan besar, banyak sekali yang sudah sempit sehingga menimbulkan kemacetan. Memang dari segi kepadatan kendaraan juga mempengaruhi, tapi tentunya jalanan-jalanan tersebut harus di sesuaikan dengan volume kendaraan.
2. Kurang tertatanya arus pertemuan kendaraan. Di beberapa titik di Jakarta, dimana terjadi pertemuan kendaraan yang menyebabkan kendaraan lain harus menurunkan kecepatan. Entah mobil yang ingin masuk tol, mobil yang keluar dari tol, pintu keluar suatu SPBU, pintu keluar mall yang saling berdekatan sehingga menyulitkan para pengendara lain yang sedang melaju.
3.  Beberapa kedaraan umum yang tidak tahu aturan. Masalah yang satu ini sudah sering dibereskan oleh para petugas ketertiban, namun selalu terulang kembali. Sikap para supir angkutan umum yang sembarangan dan seenaknya terkadang membuat kita para pengendara lain kesal. Mengangkut dan menurunkan penumpang sembarangan, padahal sudah jelas adanya rambu yang menunjukan dilarang berhenti. Berkendara secara ugal-ugalan demi mengejar penumpang dan berhenti di tempat yang salah untuk menunggu penumpang.
4.  Jalanan di Jakarta masih banyak yang rusak dan berlubang. Dengan malu saya sampaikan bahwa, jalanan di Ibu Kota Indonesia, Jakarta masih ada yang berlubang. Bisa dimaklumi jika jalanan antar Kabupaten di Indonesia masih banyak yang berlubang atau rusak, tapi ini Ibu Kota. Terlebih lagi, masalah ini bukan hal yang baru terjadi, melainkan sudah lama terjadi dan hanya masuk telinga kanan dan keluar dari telinga kiri pemerintah. Jalanan di Tomang, Jakarta Barat contohnya. Jalan Tomang dari arah taman anggrek, sebelum menaiki jembatan layang, tepatnya sekitar palang American Grill, terdapat sekitar 3 lubang yang menyebabkan jalanan begitu macet.
5.  Banyak tempat putar arah pada suatu jalan. Tidak masalah jika hanya dua sampai tiga tempat putar arah kendaraan, hal tersebut wajar, tetapi tidak wajar jika sampai lebih. Tempat putar arah membuat kecepatan kendaraan lain berkurang karena harus berhati-hati agar tidak menabrak kendaraan yang sedang mengantre putar arah. Jika terdapat banyak tempat putar arah, belum juga lama kendaraan tersebut mengurangi kecepatan, kendaraan sudah mengurangi kecepatannya lain sehingga menimbulkan kemacetan.
 6.  Motor yang melawan arus jalanan. Di kota besar seperti Jakarta, tidak jarang kita melihat motor bahkan mobil yang melawan arus jalanan. Alasannya tidak jauh dari kemalasan mereka untuk memutari jalanan tersebut. Dari pada harus memutar dan membuang-buang bensin, lebih baik mengambil jalan pintas melawan arus jalanan, begitu pikir mereka. Hal tersebut selain membahayakan keselamatan para pengendara, juga dapat menyebabkan kemacetan akibat kendaraan yang sedang melaju dijalurnya harus berhati-hati dengan mengurangi kecepatan bahkan berhenti agar tidak menabrak sepeda motor yang sedang melawan arus jalanan.
7.  Banyak kendaraan yang menyelak. Karena ketidaksabaran para pengemudi dalam berkendaraan, sering sekali pengemudi lain dibuat kesal akibat diselak. Kejadian ini sering terjadi dibarisan antrean masuk dan keluar gerbang tol, mobil-mobil yang telah berbaris dengan rapi dan tertib harus menunggu lebih lama akibat mobil lain yang menyelak. Jika banyak mobil yang menyelak, barisan mobil menjadi bercabang dan terjadilah kemacetan yang parah hanya untuk keluar atau masuk tol saja.
             Hal-hal yang telah saya sampaikan tersebut harusnya dapat menjadi bahan permenungan kita, terutama para pengemudi untuk lebih dewasa dalam mengemudikan kendaraan. Jangan egois karena tidak kita sendiri saja yang ingin cepat sampai tujuan, orang lain pun begitu. Semoga kemacetan Jakarta setiap harinya semakin berkurang dan akhirnya dapat terselesaikan.

Tragedi Diskriminasi Tolikara, Papua

TUGAS
ILMU SOSIAL DASAR
TRAGEDI DISKRIMINASI TOLIKARA, PAPUA

NAMA      : LUDHAN WIJAYA
NPM         : 13315872
KELAS       : 1TA07
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
KATA PENGANTAR
            Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Baik, karena atas berkat dan kuasa-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Emilianshah Banowo yang telah memberikan dan menerangkan tugas ini kepada saya. Dalam penyusunan makalah ini, saya mendapat beberapa pembelajaran dan informasi dalam kehidupan bersosial yang penuh dengan permasalahan.
            Dengan selesainya makalah ini, saya berharap pembaca medapat pembelajaran, infomasi serta pengetahuan yang baru mengenai diskriminasi yang ada di Indonesia. Saya juga berharap agar makalah ini dapat membuka mata kita sebagai masyarakat yang harus menjaga persatuan dan perdamaian. Semoga makalah yang jauh dari sempurna ini dapat membantu kita menjadi pribadi yang jauh dari tindak diskriminasi.


Pondok Aren, November 2015

Penulis



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................................3
I.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................................................4
I.3 TUJUAN............................................................................................................................................4
BAB II PENJELASAN
II.1 KRONOLOGI TRAGEDI TOLIKARA..........................................................................................5
II.2 PENYEBAB TRAGEDI TOLIKARA.............................................................................................6
III.3 SIKAP PEMERINTAH MENYIKAPI KASUS TOLIKARA........................................................8
III.4 SIKAP MASYARAKAT AGAR TIDAK TERJADI DISKRIMINASI.........................................9
BAB III PENUTUP
III.1 KESIMPULAN.............................................................................................................................11
III.2 SARAN.........................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................12



BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
          Diskriminasi adalah tindakan atau perlakuan yang tidak adil terhadap satu orang atau satu kelompok jika dibandingkan dengan perlakuan kepada orang atau kelompok lain. Diskriminasi dapat bersifat langsung ataupun tidak langsung dan didasarkan oleh faktor-faktor seperti pelecehan, premanisme, perselisihan serta konflik sosial lain. Di Indonesia terdapat beberapa kasus mengenai diskriminasi yang bisa dikatakan cukup menghebohkan. Kasus atau tragedi diskriminasi tersebut tidak lepas dari persoalan antar suku, agama dan kelompok tertentu. Tragedi diskriminasi yang belum lama terjadi dan menghebohkan Indonesia ialah tragedi di Tolikara, Papua.
            Pada Jumat, 17 Juli 2015, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, terjadi keributan di kabupaten Tolikara, Papua. Keributan ini terjadi karena pemuda Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang datang untuk membubarkan umat Islam yang tengah melakukan shalat ied. Kejadian tersebut juga bertepatan sedang terselenggaranya seminar dan KKR pemuda GIDI. Keributan tersebut mengakibatkan kebakaran puluhan kios dan beberapa orang yang luka-luka. Banyak sekali berita-berita pemicu terjadikan kerusuhan tersebut yang belum diketahui kebenarannya. Dugaan-dugaan tersebut sebaiknya segera disikapi oleh pemerintah agar tidak terjadi kesalahpahaman hingga terjadi kejadian serupa akibatnya. Pemerintah juga harus mengambil tindakan yang efektif dalam menyikapi kasus atau tragedi ini.
I.2 RUMUSAN MASALAH
·         Bagaimana kronologi tragedi Tolikara?
·         Apa penyebab tragedi Tolikara?
·         Bagaimana sikap pemerintah dalam mengahadapi tragedi Tolikara?
·         Melihat tragedi Tolikara, bagaimana sikap masyarakat agar tidak terjadi perbuatan diskriminasi?
I.3 TUJUAN
·         Mengetahui kronologi tragedi Tolikara.
·         Mengetahui penyebab tragedi Tolikara.
·         Mengetahui sikap pemerintah dalam menghadapi tragedi Tolikara.
·         Mengetahui sikap masyarakat agar tidak terjadi perbuatan diskriminasi dengan melihat kasus atau tragedi Tolikara.



BAB II
PENJELASAN
II.1 KRONOLOGI TRAGEDI TOLIKARA
            Pada tanggal 11 Juli 2015, surat selebaran beratasnamakan Jemaat GIDI telah disebarkan di Tolikara. Surat selebaran tersebut berisi “GIDI Wilaha Toli, selalu melarang agama lain dan gereja Denominasi lain tidak boleh mendirikan tempat-tempat ibadah lan di Kabupaten Tolikara”. Surat yang ditanda tangani oleh Pendeta Mathen Jingga S.Th Ma dan Pendeta Nayus Wenda S.Th itu melarang berlangsungnya kegiatan ibadah shalat Ied umat musli di Kabupaten Tolikara.

(Gambar surat selebaran Jemaat GIDI)
                Pada tanggal 17 Juli 2015 pukul 07.00 WIT saat Jamaah Muslim akan memulai shalat Ied di lapangan Makoramil 1702-11/Karubaga, Pendeta Marthen Jingga dan sdr. Harianto Wanimbo (koordinasi lapangan) berorasi. Menggunakan megaphone, mereka menghimbau kepada jamaah shalat Ied untuk tidak melaksanakan ibadah shalat Ied di Tolikara. Lima menit kemudian, massa yang di koordinir oleh Pendeta Marthen Jingga dan Harianto Wanimbo (koordinasi lapangan) berdatangan dan melempari jamaah yang shalat dengan batu dari luar lapangan. Massa juga melakukan pelemparan batu dan perusakan kios-kios yang berada dekat dengan Masjid Baitul Muttaqin. Aparat keamanan yang datang berusaha membubarkan massa dengan tembakan namun massa semakin bertambah dan melakukan pelemparan batu kepada aparat keamanan.
            Kurang lebih pukul 08.00 WIT, massa yang merasa terancam akibat tembakan peringatan aparat keamanan melakukan pembakaran kios milik Bapak Sarno bertujuan agar api berembet membakar Masjid Baitul Muttaqin. Hanya 30 menit, api sudah membakar kios-kios lain dan menjalar menuju masjid. Api cepat membakar karena ada kios yang menjual bensin. Sekitar pukul 09.00 WIT, bangunan kios-kios dan masjid habis terbakar. Setelah itu massa dari Pendeta Marthen Jingga dan Harianto Wanimbo berkumpul di ujung bandara Karubaga dan tidak lama kemudian membubarkan diri.
            Aparat keamanan sempat menembak tiga dari 11 orang yang diduga pelaku penyerangan. Endi Wanimbo (15 tahun) yang turu melakukan aksi penyerangan meninggal dunia karena luka tembak. 10 orang lainnya dirawat di Rumah Sakit Wamena, Kabupaten Jayawijaya dan RSUD DOK 2, Jayapura. Terdapat 11 bangunan kios, 3 rumah dan Musala Baitul Muttaqin yang terbakar akibat kejadian tersebut.


(Gambar kios-kios yang terbakar oleh tindakan penyerangan massa)

(Gambar Penerus Winambo (usia 28 tahun) 11 dari tiga orang yang diduga pelaku sedang dirawat di RSUD DOK 2 Kota Jayapura)
II.2 Penyebab Tragedi Tolikara
            Wakil presiden Indonesia, Jusuf Kala mengatakan bahwa tragedi Tolikara disebabkan oleh pengeras suara atau speaker. JK menjelaskan didaerah tersebut ada dua acara yang berdekatan atar umat agama yang berbeda, yaitu Kristen dan Islam. "Ada acara Idul Fitri, ada pertemuan pemuka masyarakat gereja. Memang asal-muasal soal speaker itu," ujar JK dalam konferensi pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat.
 Ia menuturkan, masyarakat seharusnya dapat mengetahui bahwa ada dua kepentingan yang terjadi bersamaan. "Satu Idul Fitri, satu karena speaker, saling bertabrakan. Mestinya kedua-duanya menahan diri. Masyarakat yang punya acara keagamaan lain harus memahami," kata JK. Menurut dia, kedua belah pihak membutuhkan komunikasi yang lebih baik jika mau menggelar acara-acara serupa. Ia pun berharap kepolisian dan kepala daerah setempat bisa menyelesaikan masalah tersebut sesuai jalur hukum.
Surat edaran dari Sinode Gereja Injili di Indonesia yang disebar pada 11 Juli 2015 disebut-sebut menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik tersebut. Pemerintah melalui Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (BIMAS) Kristen Kementrian Agama, Oditha Ronny Hutabarat menyatakan baru mengetahui ada surat edaran tersebut setelah terjadi kerusuhan di Tolikara. "Kami justru baru tahu ada surat tersebut. Kalau tahu, tentu tidak akan dibiarkan," kata Oditha saat konferensi pers di gedung Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Jakarta Pusat, Sabtu (18/7).
Ronny mengaku prihatin karena surat edaran tersebut dibiarkan beredar begitu saja. "Seharusnya, cabutlah surat itu. Bagaimanapun surat itu dapat memancing konflik bila sampai di tangan yang tidak benar," katanya. Ronny mengatakan bahwa konflik di Tolikara tersebut bukan konflik agama. "Terdapat isu ketidakadilan di Papua dalam konteks masalah ini. Warga lokal bilang, kalau tidak ada suara tembakan, mungkin tidak akan ada kerusuhan seperti ini," katanya. Dalam melihat masalah ini, ia berpendapat perlu dipakai "kaca mata" Papua, di mana ada kekhasan yang harus diperhatikan dari wilayah yang rawan konflik tersebut. "Pasti ada hal lain di balik kejadian ini. Maka kami serahkan ke penegak hukum untuk menyelidiki masalah ini," katanya.


(Gambar Oditha Ronny Hutabarat saat memberi keterangan pers di Jakarta)
II.3 SIKAP PEMERINTAH MENYIKAPI KASUS TOLIKARA
            Menyikapi kasus Tolikara tersebut, pemerintah mengaku menyesal atas kejadian diskriminasi tersebut dan berharap kejadian serupa tidak terjadi lagi. Pemerintah pusat dan daerah melakukan perbaikan mushala dan bangunan kios yang terbakar serta melakukan perawatan terhadap korban insiden tersebut. Semua pihak seperti pemda, tokoh agama, tokoh adat dan aparat keamanan telah sepakat membangun kebersamaan demi kedamaian di Karubaga Tolikara, Papua.
            Polri selaku aparat pemerintahan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku dan aktor intelektual dibalik insiden Tolikara. Selain itu, Polri melakukan penyidikan terhadap tindakan aparat keamanan yang menangani kejadian tersebut ditempat perkara, apakah sudah sesuai dengan prosedur atau belum. Kementrian agama berkerja sama dengan banyak ormas agama, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk terus menjaga dan memelihara kerukunan hidup antar umat beragama.
            Kapolri juga sempat mengadakan pertemuan dengan bupati, tokoh adat, tokoh agama dan aparat keamanan di Tolikara serta melihat situasi dan kondisi terakhir di Karubaga usai tragedi tersebut terjadi. Usai pertemuan Kapolri, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Meko Polhukam), Tedjo Edhy Purdijatno berangkat ke Papua untuk mengadakan pertemuan dengan Gubernur Papua beseta forum koordinasi pemerintah daerah Papua. Pertemuan itu untuk mengembalikan kondisi dan perdamaian di tanah Papua. Pangdam Cendrawasih dan Kapolda Papua juga mengadakan pertemuan dengan bupati, panitia seminar internasional GIDI, tokoh adat, tokoh agama dan aparat keamanan. Pertemuan itu medapatkan kesepakatan bahwa kedua kelompok dapat menahan diri untuk membuat kondisi Tolikara tenah dan kondusif. Kemudian, Kepala BIN Daerah (KABINDA) Papua mengadakan pertemuan dengan Forum Komunitas Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua di kota Jayapura dengan maksud agar warga tidak terpancing dengan kejadian di Tolikara tersebut.
II.4 SIKAP MASYARAKAT AGAR TIDAK TERJADI DISKRIMINASI
            Belajar serta menyikapi tragedi diskriminasi di Tolikara, Papua, kita sebagai masyarakat harus memiliki sikap dewasa agar kejadian seperti itu tidak terjadi kembali. Sikap-sikap tersebut antara lain ialah:
·         Saling menghormati antar sesama. Walaupun terdapat perbedaan, seperti perbedaan suku, agama dan pendapat, kita wajib saling menghormati satu sama lain.
·         Bermusyawarah dan tidak melakukan tindakan anarkis. Bicarakan masalah dengan kepala dingin, carilah kesepakatan dan tentukanlah jalan keluar dari masalah dengan damai, jangan terpancing emosi yang dapat menyebabkan keributan.\
·         Jangan semena-mena membuat peraturan yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok sendiri. Keributan dapat terjadi jika suatu kelompok membuat peraturan secara seenaknya, apalagi membuat kelompok lain terganggu bahkan tersinggung akibat keegoisan kelompok tersebut.
·         Memiliki toleransi antar sesama. Masyarakat perlu memiliki sikap toleransi, karena dengan begitu, masyarakat memiliki rasa hormat antara yang satu dengan yang lain. Bertoleransilah akan suatu, seperti suatu acara keagamaan, acara adat dilingkungan sekitar. Belum tentu acara-acara tersebut akan berlangsung lama dan mengganggu secara terus menerus, bisa saja itu merupakan acara rutinitas wajib suatu suku atau agama yang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
·         Menunjung nilai persaudaraan dan kekeluargaan antar sesama. Dengan menganggap kita semua adalah saudara dan keluarga, rasa tidak senang, iri hati, dan benci yang menjadi penyebab dasar tindakan diskriminasi tidak akan ada.



BAB III
PENUTUP
III. 1 KESIMPULAN
          Tragedi diskriminasi Tolikara, Papua dapat menjadi bahan refleksi kita untuk tidak melakukan tindakan diskriminasi. Selain menimbulkan kerugian, diskriminasi juga membuat kedaiaman dan rasa kekeluargaan antar sesama dalam masyarakat menjadi luntur. Kita sebagai masyarakat harus dewasa dalam menyikapi perbedaan yang ada.
III.2 Saran
·       Bagi pembaca dan anggota masyarakat. Jadilah pribadi yang dewasa dalam menyikapi perbedaan, tindakan anarkis yang melahirkan diskriminasi bukanlah jawaban untuk mengatasi masalah yang ada.
·         Bagi pemerintah. Tanamkanlah jiwa cinta perdamaian dan jauh dari diskriminasi antar sesama. Miliki koordinasi yang baik antara pemerintahan pusat, pemerintahan daerah dan aparat keamanan untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA