TUGAS
ILMU SOSIAL DASAR
TRAGEDI DISKRIMINASI TOLIKARA, PAPUA
NAMA : LUDHAN
WIJAYA
NPM : 13315872
KELAS : 1TA07
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Baik, karena atas berkat dan
kuasa-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Emilianshah Banowo yang telah memberikan dan menerangkan tugas ini
kepada saya. Dalam penyusunan makalah ini, saya mendapat beberapa pembelajaran
dan informasi dalam kehidupan bersosial yang penuh dengan permasalahan.
Dengan
selesainya makalah ini, saya berharap pembaca medapat pembelajaran, infomasi
serta pengetahuan yang baru mengenai diskriminasi yang ada di Indonesia. Saya
juga berharap agar makalah ini dapat membuka mata kita sebagai masyarakat yang
harus menjaga persatuan dan perdamaian. Semoga makalah yang jauh dari sempurna
ini dapat membantu kita menjadi pribadi yang jauh dari tindak diskriminasi.
Pondok Aren, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................1
DAFTAR
ISI...........................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................................3
I.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................................................4
I.3 TUJUAN............................................................................................................................................4
BAB II PENJELASAN
II.1 KRONOLOGI TRAGEDI TOLIKARA..........................................................................................5
II.2 PENYEBAB TRAGEDI TOLIKARA.............................................................................................6
III.3 SIKAP PEMERINTAH MENYIKAPI KASUS TOLIKARA........................................................8
III.4 SIKAP MASYARAKAT AGAR TIDAK TERJADI DISKRIMINASI.........................................9
BAB III PENUTUP
III.1 KESIMPULAN.............................................................................................................................11
III.2 SARAN.........................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Diskriminasi
adalah tindakan atau perlakuan yang tidak adil terhadap satu orang atau satu
kelompok jika dibandingkan dengan perlakuan kepada orang atau kelompok lain.
Diskriminasi dapat bersifat langsung ataupun tidak langsung dan didasarkan oleh
faktor-faktor seperti pelecehan, premanisme, perselisihan serta konflik sosial
lain. Di Indonesia terdapat beberapa kasus mengenai diskriminasi yang bisa
dikatakan cukup menghebohkan. Kasus atau tragedi diskriminasi tersebut tidak
lepas dari persoalan antar suku, agama dan kelompok tertentu. Tragedi
diskriminasi yang belum lama terjadi dan menghebohkan Indonesia ialah tragedi
di Tolikara, Papua.
Pada Jumat, 17 Juli 2015, bertepatan
dengan hari raya Idul Fitri, terjadi keributan di kabupaten Tolikara, Papua. Keributan
ini terjadi karena pemuda Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang datang
untuk membubarkan umat Islam yang tengah melakukan shalat ied. Kejadian
tersebut juga bertepatan sedang terselenggaranya seminar dan KKR pemuda GIDI.
Keributan tersebut mengakibatkan kebakaran puluhan kios dan beberapa orang yang
luka-luka. Banyak sekali berita-berita pemicu terjadikan kerusuhan tersebut
yang belum diketahui kebenarannya. Dugaan-dugaan tersebut sebaiknya segera
disikapi oleh pemerintah agar tidak terjadi kesalahpahaman hingga terjadi
kejadian serupa akibatnya. Pemerintah juga harus mengambil tindakan yang
efektif dalam menyikapi kasus atau tragedi ini.
I.2 RUMUSAN MASALAH
·
Bagaimana kronologi tragedi Tolikara?
·
Apa penyebab tragedi Tolikara?
·
Bagaimana sikap pemerintah dalam mengahadapi tragedi
Tolikara?
·
Melihat tragedi Tolikara, bagaimana sikap masyarakat
agar tidak terjadi perbuatan diskriminasi?
I.3 TUJUAN
·
Mengetahui kronologi tragedi Tolikara.
·
Mengetahui penyebab tragedi Tolikara.
·
Mengetahui sikap pemerintah dalam menghadapi tragedi
Tolikara.
·
Mengetahui sikap masyarakat agar tidak terjadi
perbuatan diskriminasi dengan melihat kasus atau tragedi Tolikara.
BAB II
PENJELASAN
II.1 KRONOLOGI TRAGEDI TOLIKARA
Pada tanggal 11 Juli 2015, surat
selebaran beratasnamakan Jemaat GIDI telah disebarkan di Tolikara. Surat
selebaran tersebut berisi “GIDI Wilaha Toli, selalu melarang agama lain dan
gereja Denominasi lain tidak boleh mendirikan tempat-tempat ibadah lan di
Kabupaten Tolikara”. Surat yang ditanda tangani oleh Pendeta Mathen Jingga S.Th
Ma dan Pendeta Nayus Wenda S.Th itu melarang berlangsungnya kegiatan ibadah
shalat Ied umat musli di Kabupaten Tolikara.
(Gambar surat selebaran Jemaat GIDI)
Pada tanggal 17 Juli 2015 pukul 07.00
WIT saat Jamaah Muslim akan memulai shalat Ied di lapangan Makoramil
1702-11/Karubaga, Pendeta Marthen Jingga dan sdr. Harianto Wanimbo (koordinasi
lapangan) berorasi. Menggunakan megaphone, mereka menghimbau kepada jamaah
shalat Ied untuk tidak melaksanakan ibadah shalat Ied di Tolikara. Lima menit
kemudian, massa yang di koordinir oleh Pendeta Marthen Jingga dan Harianto
Wanimbo (koordinasi lapangan) berdatangan dan melempari jamaah yang shalat
dengan batu dari luar lapangan. Massa juga melakukan pelemparan batu dan
perusakan kios-kios yang berada dekat dengan Masjid Baitul Muttaqin. Aparat
keamanan yang datang berusaha membubarkan massa dengan tembakan namun massa
semakin bertambah dan melakukan pelemparan batu kepada aparat keamanan.
Kurang lebih pukul 08.00 WIT, massa yang
merasa terancam akibat tembakan peringatan aparat keamanan melakukan pembakaran
kios milik Bapak Sarno bertujuan agar api berembet membakar Masjid Baitul
Muttaqin. Hanya 30 menit, api sudah membakar kios-kios lain dan menjalar menuju
masjid. Api cepat membakar karena ada kios yang menjual bensin. Sekitar pukul
09.00 WIT, bangunan kios-kios dan masjid habis terbakar. Setelah itu massa dari
Pendeta Marthen Jingga dan Harianto Wanimbo berkumpul di ujung bandara Karubaga
dan tidak lama kemudian membubarkan diri.
Aparat keamanan sempat menembak tiga
dari 11 orang yang diduga pelaku penyerangan. Endi Wanimbo (15 tahun) yang turu
melakukan aksi penyerangan meninggal dunia karena luka tembak. 10 orang lainnya
dirawat di Rumah Sakit Wamena, Kabupaten Jayawijaya dan RSUD DOK 2, Jayapura.
Terdapat 11 bangunan kios, 3 rumah dan Musala Baitul Muttaqin yang terbakar
akibat kejadian tersebut.
(Gambar
kios-kios yang terbakar oleh tindakan penyerangan massa)
(Gambar
Penerus Winambo (usia 28 tahun) 11 dari tiga orang yang diduga pelaku sedang
dirawat di RSUD DOK 2 Kota Jayapura)
II.2 Penyebab Tragedi Tolikara
Wakil
presiden Indonesia, Jusuf Kala mengatakan bahwa tragedi Tolikara disebabkan
oleh pengeras suara atau speaker. JK menjelaskan didaerah tersebut ada dua
acara yang berdekatan atar umat agama yang berbeda, yaitu Kristen dan Islam. "Ada
acara Idul Fitri, ada pertemuan pemuka masyarakat gereja. Memang asal-muasal
soal speaker itu," ujar JK dalam konferensi pers di Istana Wakil Presiden,
Jakarta Pusat.
Ia menuturkan, masyarakat seharusnya dapat
mengetahui bahwa ada dua kepentingan yang terjadi bersamaan. "Satu Idul
Fitri, satu karena speaker, saling bertabrakan. Mestinya kedua-duanya menahan
diri. Masyarakat yang punya acara keagamaan lain harus memahami," kata JK.
Menurut dia, kedua belah pihak membutuhkan komunikasi yang lebih baik jika mau
menggelar acara-acara serupa. Ia pun berharap kepolisian dan kepala daerah
setempat bisa menyelesaikan masalah tersebut sesuai jalur hukum.
Surat edaran dari Sinode
Gereja Injili di Indonesia yang disebar pada 11 Juli 2015 disebut-sebut menjadi
salah satu penyebab terjadinya konflik tersebut. Pemerintah melalui Direktur
Jenderal Bimbingan Masyarakat (BIMAS) Kristen Kementrian Agama, Oditha Ronny
Hutabarat menyatakan baru mengetahui ada surat edaran tersebut setelah terjadi
kerusuhan di Tolikara. "Kami justru baru tahu ada surat tersebut. Kalau
tahu, tentu tidak akan dibiarkan," kata Oditha saat konferensi pers di
gedung Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Jakarta Pusat, Sabtu (18/7).
Ronny mengaku prihatin
karena surat edaran tersebut dibiarkan beredar begitu saja. "Seharusnya,
cabutlah surat itu. Bagaimanapun surat itu dapat memancing konflik bila sampai
di tangan yang tidak benar," katanya. Ronny mengatakan bahwa konflik di
Tolikara tersebut bukan konflik agama. "Terdapat isu ketidakadilan di
Papua dalam konteks masalah ini. Warga lokal bilang, kalau tidak ada suara
tembakan, mungkin tidak akan ada kerusuhan seperti ini," katanya. Dalam
melihat masalah ini, ia berpendapat perlu dipakai "kaca mata" Papua,
di mana ada kekhasan yang harus diperhatikan dari wilayah yang rawan konflik
tersebut. "Pasti ada hal lain di balik kejadian ini. Maka kami serahkan ke
penegak hukum untuk menyelidiki masalah ini," katanya.
(Gambar Oditha
Ronny Hutabarat saat memberi keterangan pers di Jakarta)
II.3 SIKAP PEMERINTAH MENYIKAPI KASUS TOLIKARA
Menyikapi
kasus Tolikara tersebut, pemerintah mengaku menyesal atas kejadian diskriminasi
tersebut dan berharap kejadian serupa tidak terjadi lagi. Pemerintah pusat dan
daerah melakukan perbaikan mushala dan bangunan kios yang terbakar serta
melakukan perawatan terhadap korban insiden tersebut. Semua pihak seperti
pemda, tokoh agama, tokoh adat dan aparat keamanan telah sepakat membangun
kebersamaan demi kedamaian di Karubaga Tolikara, Papua.
Polri
selaku aparat pemerintahan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku dan aktor
intelektual dibalik insiden Tolikara. Selain itu, Polri melakukan penyidikan
terhadap tindakan aparat keamanan yang menangani kejadian tersebut ditempat
perkara, apakah sudah sesuai dengan prosedur atau belum. Kementrian agama
berkerja sama dengan banyak ormas agama, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk
terus menjaga dan memelihara kerukunan hidup antar umat beragama.
Kapolri
juga sempat mengadakan pertemuan dengan bupati, tokoh adat, tokoh agama dan
aparat keamanan di Tolikara serta melihat situasi dan kondisi terakhir di
Karubaga usai tragedi tersebut terjadi. Usai pertemuan Kapolri, Menteri
Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Meko Polhukam), Tedjo Edhy Purdijatno
berangkat ke Papua untuk mengadakan pertemuan dengan Gubernur Papua beseta
forum koordinasi pemerintah daerah Papua. Pertemuan itu untuk mengembalikan
kondisi dan perdamaian di tanah Papua. Pangdam Cendrawasih dan Kapolda Papua
juga mengadakan pertemuan dengan bupati, panitia seminar internasional GIDI,
tokoh adat, tokoh agama dan aparat keamanan. Pertemuan itu medapatkan
kesepakatan bahwa kedua kelompok dapat menahan diri untuk membuat kondisi
Tolikara tenah dan kondusif. Kemudian, Kepala BIN Daerah (KABINDA) Papua
mengadakan pertemuan dengan Forum Komunitas Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua
di kota Jayapura dengan maksud agar warga tidak terpancing dengan kejadian di
Tolikara tersebut.
II.4 SIKAP MASYARAKAT AGAR TIDAK TERJADI DISKRIMINASI
Belajar
serta menyikapi tragedi diskriminasi di Tolikara, Papua, kita sebagai masyarakat
harus memiliki sikap dewasa agar kejadian seperti itu tidak terjadi kembali.
Sikap-sikap tersebut antara lain ialah:
·
Saling
menghormati antar sesama. Walaupun terdapat perbedaan, seperti perbedaan suku,
agama dan pendapat, kita wajib saling menghormati satu sama lain.
·
Bermusyawarah
dan tidak melakukan tindakan anarkis. Bicarakan masalah dengan kepala dingin,
carilah kesepakatan dan tentukanlah jalan keluar dari masalah dengan damai,
jangan terpancing emosi yang dapat menyebabkan keributan.\
·
Jangan
semena-mena membuat peraturan yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok
sendiri. Keributan dapat terjadi jika suatu kelompok membuat peraturan secara
seenaknya, apalagi membuat kelompok lain terganggu bahkan tersinggung akibat
keegoisan kelompok tersebut.
·
Memiliki
toleransi antar sesama. Masyarakat perlu memiliki sikap toleransi, karena
dengan begitu, masyarakat memiliki rasa hormat antara yang satu dengan yang
lain. Bertoleransilah akan suatu, seperti suatu acara keagamaan, acara adat
dilingkungan sekitar. Belum tentu acara-acara tersebut akan berlangsung lama
dan mengganggu secara terus menerus, bisa saja itu merupakan acara rutinitas
wajib suatu suku atau agama yang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
·
Menunjung
nilai persaudaraan dan kekeluargaan antar sesama. Dengan menganggap kita semua
adalah saudara dan keluarga, rasa tidak senang, iri hati, dan benci yang
menjadi penyebab dasar tindakan diskriminasi tidak akan ada.
BAB III
PENUTUP
III. 1 KESIMPULAN
Tragedi diskriminasi Tolikara, Papua
dapat menjadi bahan refleksi kita untuk tidak melakukan tindakan diskriminasi.
Selain menimbulkan kerugian, diskriminasi juga membuat kedaiaman dan rasa
kekeluargaan antar sesama dalam masyarakat menjadi luntur. Kita sebagai
masyarakat harus dewasa dalam menyikapi perbedaan yang ada.
III.2 Saran
·
Bagi
pembaca dan anggota masyarakat. Jadilah pribadi yang dewasa dalam menyikapi
perbedaan, tindakan anarkis yang melahirkan diskriminasi bukanlah jawaban untuk
mengatasi masalah yang ada.
·
Bagi
pemerintah. Tanamkanlah jiwa cinta perdamaian dan jauh dari diskriminasi antar
sesama. Miliki koordinasi yang baik antara pemerintahan pusat, pemerintahan
daerah dan aparat keamanan untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA