Penyusunan Anggaran Perusahaan dan/atau Anggaran Proyek
Pembangunan
Prinsip Penyusunan Anggaran Perusahaan
Anggaran
diartikan sebagai dana yang harus diterima maupun dikeluarkan oleh perusahaan.
Dengan kata lain, rincian anggaran bisa didapatkan dari sebuah catatan neraca
kas yang ada di perusahaan. Banyak pihak yang membutuhkan cara menyusun
anggaran perusahaan yang benar untuk proses produksinya. Hal ini dilakukan sebagai upaya utama
dalam perkembangan serta pertumbuhan perusahaan yang maju. Tahapan penyusunan anggaran perusahaan
yaitu sebagai berikut :
A.
Penentuan Pedoman Anggaran
Anggaran keuangan yang ada di sebuah perusahaan dapat
dilakukan dengan menggunakan penyusunan anggaran selama setahun yang biasanya
dipersiapkan beberapa bulan sebelum anggaran tahun berikutnya. Dalam penyusunan
anggaran yang dilakukan oleh perusahaan biasanya banyak dikenal manajemen
puncak didalamnya. Kegiatan manajemen puncak terbagi atas dua kegiatan
diantaranya yaitu :
1.
Kegiatan penetapan rencana besar perusahaan
seperti halnya tujuan, kebaikan dan asumsi sebagai dasar penyusunan anggaran
keuangan yang ada.
2.
Kegiatan membentuk panitia untuk menyusun
anggaran keuangan yang ada di perusahaan.
B.
Persiapan Anggaran Keuangan
Perusahaan membutuhkan waktu persiapan anggaran keuangan
perusahaan yang dilakukan setelah aktivitas manajemen puncak. Persiapan
anggaran keuangan perusahaan ini tidak hanya dilakukan oleh tenaga bagian
penyusun anggaran akan tetapi juga dibutuhkan kerjasama dengan tenaga keuangan
serta tenaga umum yang ada di perusahaan tersebut. Perusahaan
diberikan wewenang untuk melakukan penyusunan anggaran keuangan dengan menggunakan
aktifitas penyusunan anggaran berikut ini yaitu :
A.
Penyusunan anggaran penjualan
B.
Penyusunan anggaran beban penjualan
C.
Penyusunan anggaran piutang usaha
D.
Penyusunan anggaran produksi
E.
Penyusunan anggaran biaya pabrik
F.
Penyusunan anggaran persediaan di perusahaan
G.
Penyusunan anggaran piutang usaha di
perusahaaN
H.
Penyusunan anggaran laba rugi
I.
Penyusunan anggaran neraca kas perusahaan
C.
Penentuan Anggaran Perusahaan
Tahapan penyusunan anggaran yang ketiga yauitu berupa
penentuan anggaran perusahaan. Tahapan yang ketiga ini terdiri atas 3 tahapan
yaitu :
1.
Perundingan antara masing-masing karyawan untuk menyesuaikan
rencana akhir setiap komponen anggaran
2.
Melakukan koordinasi dan penelaahan komponen
anggaran perusahaan
3.
Melakukan pengesahan serta pendistribusian
anggaran secara merata
D.
Pelaksanaan Anggaran
Inilah
tahapan keempat yang dilakukan untuk menyusun anggaran di perusahaan. Dalam
tahapan ini dibutuhkan pengawasan dari kalangan manajer perusahaan pada masing-masing bagian yang melakukan tugasnya
sendiri-sendiri.
Setelah pengawasan sudah dilakukan oleh kalangan manajer selanjutnya manajer
memiliki wewenang melaporkan pada seorang direksi di perusahaan. Inilah alur
final dari penerapan anggaran di sebuah perusahaan.
Prinsip-prinsip
dasar yang harus dipenuhi dan ditaati agar suatu anggaran perusahaan dapat
disusun dan dilaksanakan dengan baik adalah dengan cara sebagai berikut :
1.
Management Involvement
Keterlibatan manajemen dalam
penyusunan rencana mempunyai makna bahwa manajemen mempunyai komitmen yang kuat
untuk mencapai segala sesuatu yang direncanakan.
2.
Organizational Adaptation
Suatu rencana keuangan harus disusun
berdasar struktur organisasi dimana ada ketegasan garis wewenang dan tanggung
jawab. Seorang manajer tidak dapat memindahkan tanggungjawab atas suatu
pekerjaan walaupun dia dapat melimpahkan sebagian wewenangnya kepada bawahannya.
3.
Responsibility Accounting
Agar rencana keuangan dapat
dilaksanakan dengan baik, maka harus didukung adanya suatu sistem
responsibility accounting yang polanya disesuaikan dngan pertanggungjawaban
organisatoris.
4.
Goal Orientation
Penetapan tujuan yang realistis akan
menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang.
Jadi konsep management by objective dapat diterapkan.
5.
Full communication
Suatu perencanaan dan pengendalian
dapat berjalan secara efektif apabila antara tingkatan manajemen mempunyai
pemahaman yang sama tentang tanggung jawab dan sasaran yang harus dicapai.
6.
Realistic Expectation
Dalam perencanaan, manajemen harus
menghindari konservatisme dan optimisme yang berlebihan yang menjadikan sasaran
tidak dapat dicapai. Jadi manajemen harus menetapkan sasaran yang realistis
artinya memungkinkan dapat dicapai
7.
Timeliness
Laporan-laporan berupa informasi
mengenai realisasi rencana harus diterima oleh manajer yang berkompeten tepat
pada waktunya agar informasi tersebut efektif dan berguna bagi manajemen.
8.
Flexible Application
Perencanan tidak boleh kaku tetapi
harus terdapat celah untuk perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi.
9.
Reward and Punishment
Manajemen harus melakukan penilaian
kinerja manajer berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan. Jadi manajer
yang kinerjanya di bawah atau melebihi standar harus dapat diketahui sehingga
pemberian suatu reward ataupun punishment oleh manajemen menjadi transparan.
Anggaran Biaya Administrasi
Budget Biaya Administrasi (Administration Expanse Budget) adalah
budget yang merencanakan secara sistematis dan lebih terperinci tentang biaya
administrasi yang ditanggung perusahaan dari waktu kewaktu (bulan ke bulan)
selama periode tertentu yang akan datang. Budget Biaya Administrasi (Administration Expanse Budget) adalah
semua rencana biaya yang berkaitan dengan aktivitas untuk mengatur dan
mengendalikan organisasi.
Menurut Munandar (2003, hal 187)
pengertian anggaran biaya administrasi adalah Anggaran yang merencanakan secara
lebih terperinci tentang biaya yang terjadi serta biaya lain yang sifatnya
untuk keperluan secara keseluruhan, yang di dalamnya meliputi rencana tentang
jenis biaya administrasi, jumlah biaya administrasi, dan waktu (kapan) biaya
administrasi tersebut terjadi dan dibebankan, yang masing-masing dikaitkan
dengan tempat (departemen) dimana biaya administrasi tersebut terjadi.
Hal ini menggambarkan bahwa jika
perusahaan membagi kantor administrasi menjadi beberapa bagian, maka rencana
tentang biaya administrasi dan masing-masing bagian tersebut juga harus diperinci
dan dipisahkan secara jelas termasuk dalam beban ini adalah :
1.
Gaji
pegawai bagian adminstrasi
2.
Biaya
tulis menulis
3.
Penyusutan
atau depresi bangunan kantor
4.
Penyusutan
atau depresi inventaris kantor
5.
Biaya
telefon
6.
Biaya
listrik
7.
Gaji
pimpinan perusahaan dan staf, dan lain-lain
Biaya
operasi ini sifatnya berubah-ubah sejalan dengan kegiatan perusahaan atau
biasanya biaya operasi ini tergolong pada biaya variabel. Ada beberapa bagian
yang biasanya dipergunakan dalam kantor administrasi dan umum antara lain :
1.
Bagian
secretariat
2.
Bagian
keuangan
3.
Bagian
perlengkapan
4.
Bagian
personalia
5.
Bagian
perhubungan
Kegunaan
Budget dari Biaya Administrasi sebuah perusahaan adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai
pedoman kerja
2.
Sebagai
alat manajemen untuk menciptakan koordinasi kerja
3.
Sebagai
alat manajemen untuk melakukan evaluasi atau pengawasan kerja
4.
Sebagai
dasar menyusun budget kas.
Data
dan informasi untuk menyusun Budget Biaya Admnistrasi suatu perusahaan adalah
sebagai berikut :
1.
Rencana
penjualan
Rencana penjualan yang dimaksud
terkait dengan kuantitas jumlah barang yang akan di jual oleh perusahaan dari
masing-masing jenis barang dari waktu-kewaktu yang akan datang.
2.
Recana
produksi
Rencana produksi yang dimaksud terkait
dengan kuantitas jumlah barang yang akan diproduksi oleh perusahaan dari
masing-masing jenis barang dari waktu-kewaktu yang akan datang.
3.
Standar
biaya
Standar biaya yang termasuk kelompok
administrasi Biaya standar ini adalah biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok
biaya administrasi, yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Standar biaya
semacam ini sangat diperlukan oleh perusahaan untuk mengendalikan efisiensi
kerja para karyawan.
4.
Sistem
pembayaran upah
Sistem pembayaran upan yang telah
ditentukan oleh perusahaan terutama upah yang terkait dengan bagian
administrasi.
5.
Metode
depresiasi
Biaya depresiasi ini terkait dengan
biaya depresiasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan terhadap aktiva tetap.
6.
Metode
alokasi biaya yang dipakai perusahaan
Untuk menbagi distribusi biaya-biaya
yang semula meruapakan satu kesatuan biaya bersama (joint cost), kedalam kelompok-kelompok biaya sesuai dengan tempat
dimana biaya itu terdapat dalam penyusunan anggaran biaya administrasi ada
beberapa faktor yang mempengaruhi penyusunan anggaran biaya administrasi antara
lain :
a.
Anggaran
penjualan
b.
Anggaran
unit yang diproduksikan
c.
Berbagai
standar yang telah ditetapkan perusahaan
d.
Sistem
pembayaran upah (gaji)
e.
Metode
depresiasi
f.
Metode
alokasi biaya
Dalam mempersiapkan dan menyusun
anggaran sangat tergantung pada struktur organisasi dari masing-masing
perusahaan, akan tetapi pada garis besarnya tugas mempersiapkan dan menyusun
anggaran dapt didelegasikan kepada :
1.
Bagian
administrasi, bagi perusahaan kecil.
Hal ini disebabkan karena
kegiatan-kegiatan perusahaan tidak terlalu kompleks, sederhana dengan ruang
lingkup terbatas, sehingga tugas penyusunan anggaran dapat diserahkan kepada
salah satu bagian saja dari perusahaan yang bersangkutan. Dibagian administrasi
inilah terkumpul semua data-data dan informasi yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan, baik kegiatan di bidang pemasaran, kegiatan di bidang produksi,
kegiatan di bidang pembelanjaan, maupun kegiatan di bidang personalia. Dengan
bekal data dan informasi tersebut ditambah dengan data dan informasi dari luar
perusahaan (ekstern), bagian administrasi diharapkan lebih mampu menyusun
anggaran daripada bagian-bagian lain dalam perusahaan.
2.
Panitia
anggaran, bagi perusahaan yang besar.
Hal ini disebabkan karena
kegiatan perusahaan yang cukup kompleks, beraneka ragam, dengan ruang lingkup
yang cukup luas, sehingga bagian administrasi tidak mungkin dan tidak mampu
lagi menyusun anggaran sendiri tanpa partisipasi secara aktif bagian-bagian
lain dalam perusahaan. Oleh karena itu tugas menyusun anggaran perlu melibatkan
semua unsur yang mewakili semua bagian yang ada dalam perusahaan, yang duduk
dalam panitia anggaran . Tim penyusun anggaran ini biasanya diketuai oleh salah
seorang pimpinan perusahaan dengan anggota-anggota yang mewakili bagian
pemasaran, bagian produksi, bagian perbelanjaan serta bagian personalia. Sebelum
disyahkan oleh pimpinan tertinggi perusahaan, masih dimungkinkan pula untuk
diadakannya pembahasan-pembahasan antara pimpinan tertinggi perusahaan dengan
pihak yang diserahi tugas menyusun rancangan anggaran tersebut.
Setelah disyahkan oleh pimpinan
tertinggi perusahaan, maka rancangan anggaran tersebut telah menjadi anggaran
yang defenitif, yang akan dijadikan sebagai pedoman kerja, sebagai alat
pengkoordinasian kerja dan sebagai alat pengawasan. Bilamana tugas penyusunan
rancangan anggaran serta anggaran yang defenitif telah selesai, maka panitia
anggaran tidak bubar, melainkan secara berkala masih perlu mengadakan
pertemuan-pertemuan konsultatif guna membahas pelaksanaan anggaran tersebut
dari waktu ke waktu, untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi, serta
mengadakan revisi-revisi terhadap anggaran yang telah disusun bilamana memang
dirasa perlu.
Adapun kegunaan anggaran biaya
penjualan dan anggaran biaya administrasi dan umum secara khusus yaitu berguna
sebagai dasar untuk menyusun anggaran kas. Hal ini disebabkan karena sebagian
dari biaya penjualan dan biaya administrasi dan umum tersebut memerlukan
pengeluaran kas.
1.
Penyusunan
Anggaran Biaya Administrasi
Komponen dari biaya
administrasi antara lain sebagai berikut :
1. Biaya Tetap
Untuk
biaya-biaya yang bersifat tetap seperti depresiasi, gaji karyawan maka
penentuan biaya pada periode yang akan datang di dasarkan pada periode
sebelumnya. Sesuai dengan aturan yang telah di tetukan oleh direksi/manajemen.
2.
Biaya
Variabel
Untuk
biaya-biaya yang sifatnya variabel seperti kertas dan alat tulis dan peralatan
habis pakai lainnya, maka penentuan biaya periode yang akan datang didasarkan
pada tarif biaya tersebut pada waktu yang lalu. Perbedaan dengan biaya tetap
adalah perubahan harga.
3.
Biaya
Semi Variabel
Untuk
biaya-biaya yang sifatnya semi veriabel seperti pemeliharaan gedung, maka
penentuan biaya pada periode yang akan datang di dasarkan pada analisis
terhadap biaya tersebut.
Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Untuk Instansi
Pemerintah
Etika Pengadaan
Pemerintah melakukan banyak usaha
untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia, salah satunya dengan melakukan
pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilakukan instansi-instansi
pemerintahan. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang sedang membangun (developing country), dimana pada saat
ini sedang giat melaksanakan pembangunan di semua bidang. Pembangunan adalah
usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (Djumialdi, 1996:
1). Dalam upaya pemerintah untuk mengatur kebijakan pengadaan barang dan jasa,
maka diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang dan jasa Pemerintah, selanjutnya disebut (Perpres No. 54 Tahun 2010)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan
jasa Pemerintah, selanjutnya disebut (Perpres No. 70 Tahun 2012), ini
dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengaturan mengenai tata cara pengadaan
barang dan jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata
kelola yang baik. Terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance) merupakan cita-cita dan harapan bangsa Indonesia. Salah
satu bentuk penyelenggaraan e-goverment untuk
mencapai good governance adalah
pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik. Hal tersebut merupakan wujud
dari perubahan yang dilakukan karena banyaknya permasalahan yang terjadi dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah secara konvensional. Pada tahun 2010
mengenai penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa pemerintah diwajibkan
dilakukan secara elektronik atau e-procurement,
yaitu Pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota wajib melakukan pengadaan
barang dan jasa secara elektronik (eprocurement).
Pengadaan barang dan jasa dimulai dari adanya transaksi pembelian/penjualan
barang di pasar secara langsung (tunai), kemudian berkembang ke arah pembelian berjangka
waktu pembayaran, dengan membuat dokumen pertanggungjawaban (pembeli dan
penjual), dan pada akhirnya melalui proses pelelangan. Dalam prosesnya, pengadaan
barang dan jasa melibatkan beberapa pihak terkait sehingga perlu ada etika,
norma, dan prinsip pengadaan barang dan jasa untuk dapat mengatur atau yang
dijadikan dasar penetapan kebijakan pengadaan barang dan jasa.
Pengadaan barang dan jasa pada
hakekatnya merupakan upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang
dan jasa yang diinginkannya dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar
dicapai kesepakatan harga, waktu dan kesepakatan lainnya. Agar hakekat atau esensi
pengadaan barang dan jasa tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka
kedua belah pihak yaitu pihak pengguna dan penyedia haruslah selalu berpatokan pada
filosofi pengadaan barang dan jasa, tunduk kepada etika dan norma pengadaan
barang dan jasa yang berlaku, mengikuti prinsip-prinsip, metode dan proses
pengadaan barang dan jasa yang baku (Adrian Sutedi, 2010:3).
Pesatnya pembangunan tentunya harus
diimbangi dengan peran pemerintah dalam menyediakan berbagai bentuk berupa barang,
jasa maupun pembangunan infrastruktur. Dalam praktek, pihak-pihak tersebut
seringkali dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab apabila terjadi
penyimpangan terhadap proses pengadaan barang dan jasa. Bahkan pihak-pihak
tersebut langsung diproses secara pidana, pihak-pihak yang ternyata terbukti
melanggar ketentuan dan prosedur pengadaan barang dan jasa, maka:
1.
dikenakan
sanksi administrasi;
2.
dituntut
ganti rugi/digugat secara perdata; dan
3.
dilaporkan
untuk diproses secara pidana.
Cakupan wilayah hukum pengadaan barang
dan jasa pemerintah adalah ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan secara langsung mengatur pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
Dalam pengadaan barang dan jasa terdapat tiga bidang hukum yang mengaturnya,
yaitu:
1.
Hukum
Administrasi Negara atau Hukum Tata Usaha Negara, mengatur hubungan hokum
antara penyedia dan pengguna pada proses persiapan dengan penerbitan surat
penetapan penyedia barang dan jasa;
2.
Hukum
Perdata, mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna sejak
penandatanganan kontrak sampai dengan berakhirnya kontrak; dan
3.
Hukum
Pidana, mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna sejak tahap
persiapan pengadaan samapai dengan selesainya kontrak pengadaan.
Pesatnya pembangunan
tentunya harus diimbangi dengan peran pemerintah dalam menyediakan barang dan
jasa untuk keperluan pembangunan infrastruktur, oleh karena itu pengadaan
barang dan jsasa merupakan satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari.
Penyimpangan yang terjadi dalam Penyediaan Barang/Jasa Pemerintah ada dalam
setiap proses Pengadaan Barang/Jasa, yaitu dalam proses perencanaan anggaran,
perencanaan persiapan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, proses serah terima pembayaran dan dalam proses
pengawasan dan pertanggungjawaban. Penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dalam setiap jenisnya, hal
ini terlihat dari tabel terlampir.
Etika
Pengadaan Barang/Jasa Untuk Instansi Pemerintah berdasarkan Peraturan Kepala
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Kode Etik
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Di Lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
adalah sebagai berikut :
1.
Tertib
dan tanggung jawab : melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung
jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan
pengadaan barang/jasa.
2.
Bekerja
secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan
barang/jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa
3.
Tidak
saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat
terjadinya persaingan tidak sehat.
4.
Menerima
dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan
kesepakatan tertulis para pihak.
5.
Menghindari
Conflict of Interest : menghindari
dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang/jasa
6.
Menghindari
pemborosan : mencegah dan menghindari terjadinya pemborosan dan kebocoran
keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa
7.
Menghindari
penyalahgunaan wewenang : menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang
dan/atau kolusi dengan tujuan keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain
yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara
8.
tidak
menerima, menawarkan atau menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah,
imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dai dan atau siapapun yang diketahui
atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.
Sanksi pelanggaran
Dasar aturan yang digunakan
dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah termasuk dalam ranah Hukum
Administrasi Negara yang bersifat mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya. Pengaturan mengenai sanksi dalam
pengadaaan barang dan jasa pemerintah diatur dalam Pasal 118 – Pasal 124 Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya. Bentuk-bentuk sanksi yang
dapat dikenakan bagi para pihak yang melakukan penyimpangan dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah antara lain adalah:
1.
Sanksi
Administratif
Pemberian
sanksi administratif dilakukan oleh PPK/ Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan
kepada penyedia sesuai dengan ketentuan administrasi yang diberlakukan dalam
peraturan pengadaan. Bentuk-bentuk sanksi admnistrasi yang dapat dikenakan kepada
penyedia antara lain adalah :
a.
Digugurkan
penawarannya atau pembatalan pemenang atas ditemukan adanya penyimpangan upaya mempengaruhi
Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan guna memenuhi keinginannya yang
bertentangan dengan ketentuan prosedur yang telah ditetapkan, melakukan persengkongkolan
dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur harga penawaran di luar
prosedur, dan membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain
yang tidak benar.
b.
Pemberlakuan
denda terlambat dalam menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana
ditetapkan. Sanksi ini juga dapat diterapkan dalam konteks perdata sebuah perjanjian/kontrak.
c.
Pencairan
jaminan yang diterbitkan atas pelanggaran yang dilakukan, untuk selanjutnya
dicairkan masuk ke kas negara/daerah.
d.
Penyampaian
laporan kepada pihak yang berwenang menerbitkan perizinan, terhadap
penyimpangan yang dilakukan sehingga dianggap perlu untuk dilakukan pencabutan
izin yang dimiliki.
e.
Pemberlakuan
sanksi administrasi berupa pengenaan sanksi finansial atas ditemukan adanya
ketidaksesuaian dalam penggunaan barang/jasa produksi dalam negeri.
f.
Kewajiban
untuk menyusun perencanaan ulang dengan biaya sendiri atas Konsultan Perencana
yang tidak cermat dalam menyusun perencanaan dan mengakibatkan kerugian negara.
Sanksi ini juga dapat diterapkan dalam konteks perdata sebuah perjanjian atau
kontrak. Apabila yang melakukan pelanggaran adalah PPK/Kelompok Kerja
ULP/Pejabat Pengadaan yang berstatus pegawai negeri maka jika ditetapkan telah
melakukan pelanggaran maka berlaku sanksi yang diatur dalam aturan kepegawaian
yang diberikan oleh pihak yang mempunyai kewenangan untuk menertibkan sanksi,
seperti teguran, penundaan kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan dan pemberhentian
sesuai dengan peraturan kepegawaian.
2.
Pencantuman
dalam Daftar Hitam
Pemberian sanksi Pencantuman dalam
Daftar Hitam kepada Penyedik dilakukan oleh PA/KPA setelah mendapat masukan
dari PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan sesuai dengan ketentuan. Pada
tahap proses pemilihan barang/jasa, Penyedia Barang/Jasa dapat dikenakan sanksi
blacklist apabila :
a.
Terbukti
melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang
diputuskan oleh instansi yang berwenang.
b.
Mempengaruhi
ULP (Unit Layanan Pengadaan), Pejabat Pengadaan/PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)
atau pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung
maupun tidak langsung dalam penyusunan Dokumen Pengadaan dan/atau HPS yang
mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat.
c.
Mempengaruhi
ULP/Pejabat Pengadaan atau pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara
apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang
bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan
Kontrak dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
d.
Melakukan
persengkongkolan dengan Penyedia Barang/ Jasa lain utuk mengatur harga
penawaran di luar prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa sehingga
mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat
dan/atau merugikan orang lain.
e.
Membuat
dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk
memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen
Pengadaan.
f.
Mengundurkan
diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dan/ atau tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat
Pengadaan.
g.
Mengundurkan
diri pada masa penawarannya masih berlaku dengan alas an yang tidak dapat
diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan.
h.
Menolak
untuk menaikkan nilai jaminan pelaksanaan untuk penawaran di bawah 80% HPS.
i.
Memalsukan
data tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri.
j.
Mengundurkan
diri bagi pemenang dan pemenang cadangan 1 (satu) dan 2 (dua) pada saat
penunjukkan Penyedia Barang/Jasa dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh
PPK.
k.
Mengundurkan
diri dari pelaksanaan penandatanganan kontrak dengan alasan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh PPPK.
Pada tahapan kontrak, Penyedia
Barang/Jasa yang telah terikat kontrak dikenakan sanksi blacklist apabila:
a.
Terbukti
telah melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses pelaksanaan
kontrak yang diputuskan oleh instansi yang berwenang.
b.
Menolak
menandatangani Berita Acara Serah Terima Pekerjaan.
c.
Mempengaruhi
PPK dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung untuk
memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan prosedur yang telah
ditetapkan dalam kontrak dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
d.
Melakukan
pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak termasuk
pertanggungjawaban keuangan.
e.
Melakukan
perbuatan lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajiban dan tidak memperbaiki
kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sehingga dilakukan
pemutusan kontrak sepihak oleh PPK.
f.
Meninggalkan
pekerjaan sebagaimana yang diatur kontrak secara tidak bertanggungjawab.
g.
Memutuskan
kontrak secara sepihak karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa.
h.
Tidak
menindaklanjuti hasil rekomendasi audit pihak yang berwenang yang mengakibatkan
timbulnya kerugian keuangan negara.
3.
Gugatan
secara Perdata
Gugatan adalah pengajuan yang diajukan
oleh penggugat kepada Ketua Pengadilan yang berwenang, yang memuat tuntutan hak
yang di dalamnya mengandung suatu sengketa dan sekaligus merupakan dasar
landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak. Gugatan
mengandung sengketa atau konflik yang harus diselesaikan dan diputus oleh
pengadilan. Dalam konteks Pengadaan Barang/Jasa, para pihak yang membuat
perjanjian dapat mengambil jalur hukum secara perdata apabila terjadi
perselisihan dalam pelaksanaan kontrak. Hal ini dipahami sebagai salah satu
asas dalam perjanjian, yaitu asas pacta sunt servanda. Asas tersebut menyatakan
bahwa perjanjian mengikat para pihak yang membuatnya seperti halnya
undang-undang. Hakim atau pihak lain dalam hal ini harus menghormati substansi
kontrak yang telah dibuat oleh para pihak dan tidak boleh melakukan intervensi
terhadap substansi kontrak yang telah dibuat oleh para pihak.
4.
Dituntut
Ganti Rugi
Pemberlakuan tuntutan ganti rugi dalam
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dapat dikenakan berupa :
a.
Terjadi
pelanggaran dan/atau kecurangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa oleh
Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan.
b.
Ganti
rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah sebesar bunga
terhadap nilai tagihan yang terlambat dibayar berdasarkan tingkat suku bunga yang
belaku saat itu menurut ketetapan Bank Indonesia, atau dapat diberikan
kompensasi sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak.
Tinjauan Tentang Undang-Undang Jasa Konstruksi
No. 18 Tahun 1999
Kajian dan
Manfaat UUJK Bagi Masyarakat Konstruksi
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan
pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, kesinambungan,
kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara.
Pengaturan jasa konstruksi bertujuan
atau bermanfaat untuk sebagai berikut :
1.
Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa
konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing
tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas
2.
Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
3.
Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa
konstruksi
Masyarakat dalam undang-undang jasa konstruksi berhak
untuk :
1.
Melakukan
pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan
jasa konstruksi,
2.
Memperoleh
penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai
akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
3.
Penyelenggaraan
peran masyarakat jasa konstruksi dilaksanakan melalui suatu forum jasa
konstruksi yang berfungsi untuk :
a.
Menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat
b.
Membahas
dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi nasional
c.
Tumbuh
dan berkembangnya peran pengawasan masyarakat
d.
Memberikan
masukan kepada pemerintah dalam merumuskan pengaturan, pemberdayaan, dan
pengawasan.
4.
Masyarakat
yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan
gugatan ke pengadilan baik secara perorangan atau kelompok.
Masyarakat jasa konstruksi
merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan
yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Ahmad.
2017. Prinsip Dasar dan Etika Pengadaan Barang/Jasa.
http://ahmaddamopolii.info/2017/08/02/prinsip-dasar-dan-etika-pengadaan-barangjasa-pemerintah/. Diakses pada 05 November
2018.
2. Anonim.
2015. Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 11 Tahun 2015
Tentang Kode Etik Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Di Lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. https://jdih.lipi.go.id/peraturan/2015_perka_11.pdf. Diakses pada 04 November
2018.
3.
Anonim.
2018. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi.
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU18-1999JasaKonstruksi.pdf. Diakses pada 04 November
2018.
4. Heldi.
2014. Etika Pengadaan. http://heldi.net/2014/08/pasal-6-etika-pengadaan/. Diakses pada 04 November
2018.
5. Pane,
Musa Darwin. 2017. Aspek Hukum Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Suatu
Tinjauan Yuridis Peraturan Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah. https://media.neliti.com/media/publications/238264-aspek-hukum-pengadaan-barang-dan-jasa-pe-ab354f29.pdf. Diakses pada 05 November
2018.