Penerapan Mid-Story Base Isolation System pada Bangunan Kantor Pusat Bridgestone Indonesia (Universitas Gunadarma Review)
- on 02.33
- 1 comment
Base Isolation atau
bisa kita sebut juga bantalan karet adalah alat peredam gempa yang dipasang dibagian
bawah bangunan. Base isolation ini
dipasang disetiap kolom bangunan diantara pondasi dan bangunan. Nah, keunggulan
base isolation ini murah harganya,
lalu bukan termasuk inovasi gempa yang berteknologi tinggi. Base isolation ini terdiri dari dua
bagian, ada bantalan karetnya dan ada lempeng bajanya. Bantalan karet ini untuk
mengurangi getara akibat si gempa, dan si lempengan baja itu untuk membuat
bantalan karetnya jadi sedikit kaku serta membantu base isolation menahan beratnya bangunan.
Untuk prinsip kerjanya, base isolation itu meredam gaya horizontal
yang merupakan gaya reaksi dari goyangan gempa. Kalau gaya reaksi ini kita
lihat pada puncak bangunan, bangunan itu terlihat bergoyang sangat parah
membuat kita yang melihat takut kalau bangunannya akan rubuh. Nah jika ada si base isolation ini, bangunan itu tidak
akan bergoyang begitu parah, tapi semua struktur bisa bergerak bebas saat gempa berlangsung
tanpa tertahan pondasinya. Menurut data, base
isolation dapat mengurangi gaya reaksi itu sampai 70%, berarti sangat
efektif.
Base
isolation ini diterapkan pada bangunan, salah satu bangunan yang pakai itu
bangunan kantor pusat Bridgestone Indonesia. Namun, namanya bukan hanya “base isolation”, tapi “mid-story base isolation”. Ditambahin “mid-story” karena si base isolation ditempatkan diatas kolom
tempat parkir basement pertama bangunannya. Fungsinya mengapa ditempatnya di
basement pertama, untuk mencegah kerusakan pada mobil yang diparkir dan orang-orang
yang ada disekitarnya. Total base
isolation yang ada di bangunan ini yaitu 51 buah. Base isolation yang banyak itu selain disesuaikan dengan jumlah
kolom yang ada di gedung kantor pusat Bridgestone juga untuk menyerap energi
seismik yang terjadi. Nah para pegawai yang bekerja di kantor pusat Bridgestone
dapat bekerja dengan aman deh tanpa takut dengan adanya gempa.
Indonesia itu sama seperti Jepang yang
merupakan daerah rawan gempa. Jadi penggunaan teknologi peredam gempa seperti base isolation ini sangat efektif dan
merupakan solusi mengurangi dampak bencana akibat gempa.
Gambar Gedung Kantor Pusat Bridgestone Indonesia
Gambar Mid-Story Base Isolation di Gedung Kantor Pusat Bridgestone Indonesia
Ludhan Wijaya – 13315872
– 4TA01 – I Kadek Bagus Widana Putra – Teknik Sipil – Universitas Gunadarma
Hyperlink :
https://ftsp.gunadarma.ac.id/sipil
Sumber:
Tugas Aspek Hukum Dalam Pembangunan #4 (Kelompok 5)
- on 02.26
- 5 comments
ASPEK
HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
Definisi Hukum-Hukum Dalam Pembangunan
Tata Hukum berasal dari bahasa Belanda
“recht orde” merupakan susunan hukum, yang artinya
memberikan tempat sebenarnya kepada hukum, yaitu dengan menyusun lebih baik,
dan tertib aturan hukum – aturan hukum
dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan
bahwa hakikat pembangunan dalam arti seluas-luasnya yaitu meliputi segala segi
dari kehidupan masyarakat dan tidak terbatas pada satu segi kehidupan.
Masyarakat yang sedang membangun dicirikan oleh perubahan sehingga peranan
hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi
dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur demikian dapat dibantu oleh
perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau bahkan kombinasi dari
kedua-duanya, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum menjadi suatu alat yang
tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan. Jika dikaji secara substansial,
maka teori hukum pembangunan merupakan hasil modifikasi dari Teori Roscoe Pound Law as a tool of social
enginering yang di negara Barat yang dikenal sebagai aliran Pragmatig legal realism yang kemudian
diubah menjadi hukum sebagai sarana pembangunan. Hukum sebagai sarana
pembangunan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum berfungsi
sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah
kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan disamping fungsi
hukum untuk menjamin adanya kepastian dan ketertiban (order).
Pelaksanaan jasa konstruksi selain
telah diatur secara peraturan perundang-undangan permasalahan jasa konstruksi
juga harus memenuhi beberapa aspek hukum, yaitu Keperdataan, Administrasi
Negara, Pidana, Ketenagakerjaan dan aspek hukum lain yang mengatur sesuatu yang
berkaitan dengan pelaksanaan jasa konstruksi.
Pada
pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum :
a.
Keperdataan,
menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian yang berkaitan dengan kontrak
pekerjaan jasa konstruksi, yang memenuhi legalitas perusahaan, perizinan,
sertifikasi dan harus merupakan kelengkapan hukum para pihak dalam perjanjian.
b.
Administrasi
Negara, menyangkut tantanan administrasi yang harus dilakukan dalam memenuhi
proses pelaksanaan kontrak dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang konstruksi.
c.
Ketenagakerjaan,
menyangkut tentang aturan ketenagakerjaaan terhadap para pekerja pelaksana jasa
konstruksi.
d.
Pidana,
menyangkut tentang tidak adanya sesuatu unsur pekerjaan yang menyangkut ranah
pidana.
Mengenai hukum kontrak konstruksi
merupakan hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata mulai dari
Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Pada Pasal 1233 KUH Perdata
disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian persetujuan dan
Undang-Undang. Serta dalam suatu perjanjian dianut asas kebebasan dalam membuat
perjanjian, hal ini disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan
segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Dimana sahnya suatu perjanjian adalah suatu perjanjian
yang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, mengatur tentang empat syarat sahnya suatu
perjanjian yaitu :
1.
Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya;
2.
Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan ;
3.
Suatu
hal tertentu;
4.
Suatu
sebab yang diperkenankan.
A.
Kontrak
Kerja Konstruksi
Pengaturan hubungan kerja konstruksi
antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak kerja
konstruksi. Suatu kontrak kerja konstruksi dibuat sekurang-kurangnya harus
mencakup uraian adanya:
1.
Para
pihak
2.
Isi
atau rumusan pekerjaan
3.
Jangka
pertanggungan dan/atau pemeliharaan
4.
Tenaga
ahli
5.
Hak
dan kewajiban para pihak
6.
Tata
cara pembayaran
7.
Cidera
janji
8.
Penyelesaian
tentang perselisihan
9.
Pemutusan
kontrak kerja konstruksi
10.
Keadaan
memaksa (force majeure)
11.
Tidak
memenuhi kualitas dan kegagalan bangunan
12.
Perlindungan
tenaga kerja
13.
Perlindungan
aspek lingkungan.
Formulasi rumusan pekerjaan meliputi
lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan. Rincian lingkup
kerja ini meliputi :
a.
Volume
pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan
b.
Persyaratan
administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam
mengadakan interaksi
c.
Persyaratan
teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedia jasa
d.
Pertanggungan
atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk pelaksanaan
pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat
e.
Laporan
hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan
dalam bentuk dokumen tertulis. Sedangkan, nilai pekerjaan yakni mencakup jumlah
besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk pelaksanaan
keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan adalah jangka waktu
untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.
B.
Peraturan
Perundang-Undangan Dalam Jasa Konstruksi
Berikut beberapa peraturan
yang terdapat atau mengatur tentang jasa konstruksi di Indonesia :
1.
Undang-Undang
No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
2.
PP
No.28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
3.
PP
No.29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
4.
PP
No.30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi
5.
Kepres
RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah berikut perubahannya
6.
Kepmen
KIMPRASWIL No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa
Konstruksi oleh Instansi Pemerintah
7.
Surat
Edaran Menteri PU No.08/SE/M/2006 perihal Pengadaan Jasa Konstruksi untuk
Instansi Pemerintah Tahun Anggaran 2006
8.
Peraturan
Menteri PU No. 50/PRT/1991 tentang Perizinan Perwakilan Perusahaan Jasa
Konstruksi Asing.
C.
Permasalahan
Hukum Dalam Jasa Konstruksi
Jasa konstruksi memiliki berbagai
permasalahan yang perlu diatasi berdasarkan aspek hokum yang terkait, berikut
merupakan permasalahan hokum dalam jasa konstruksi :
1.
Aspek
Hukum Perdata
Pada umumnya adalah terjadinya
permasalahan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum. Wanprestasi artinya tidak
memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan (kontrak), baik
perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena
undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada 2 (dua) kemungkinan, yaitu :
a.
Karena
kesalahan salah satu pihak baik karena kesengajaan maupun karena kelalain
b.
Karena
keadaan memaksa (force majeur), jadi
diluar kemampuan para pihak, jadi tidak bersalah.
Perbuatan Melawan Hukum adalah perbuatan
yang sifatnya langsung melawan hukum, serta perbuatan yang juga secara langsung
melanggar peraturan lain daripada hukum. Pengertian perbuatan melawan hukum,
yang diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata pasal 1401 BW Belanda hanya ditafsirkan
secara sempit yang dikatakan perbuatan melawan hukum adalah tiap perbuatan yang
bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena Undang-Undang (onwetmatig).
2.
Aspek
Hukum Pidana
Bilamana terjadi cidera janji terhadap
kontrak, yakni tidak dipenuhinya isi kontrak, maka mekanisme penyelesaiannya
dapat ditempuh sebagaimana yang diatur dalam isi kontrak karena kontrak berlaku
sebagai undang-undang bagi para pihak yang memembuatnya. Hal ini juga dapat
dilihat pada UUJK pada bab X yang mengatur tentang sanksi dimana pada pasal 43
ayat (1), (2), dan (3). Yang secara prinsip isinya sebagaimana berikut, barang
siapa yang merencanakan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi
yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan
konstruksi (saat berlangsungnya pekerjaan) atau kegagalan bangunan (setelah
bangunan diserahterimakan), maka akan dikenai sanksi pidana paling lama 5
(lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5 % (lima persen) untuk
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak
untuk perencanaan dan pengawasan, dari pasal ini dapat dilihat penerapan Sanksi
pidana tersebut merupakan pilihan dan merupakan jalan terakhir bilamana terjadi
kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan karena ada pilihan lain
yaitu denda.
Dalam hal lain memungkinkan terjadinya
bila tidak dipenuhinya suatu pekerjaan sesuai dengan isi kontrak terutama
merubah volume dan matrial memungkinkan terjadinya unsur Tindak Pidana Penipuan
dan Penggelapan, yaitu yang diatur dalam ;
a.
Pasal
378 KUHP (penipuan), “ Barang siapa dengan maksud untuk mengantungkan diri
sendiri atau orang lain dengan melawan hokum, dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan
orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun”.
b.
Pasal
372 KUHP (penggelapan), “ Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki suatu benda yag seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.900,-“
3.
Pidana
Korupsi, persoalannya selama ini cidera janji selalu dikaitkan dengan tindak
pidana korupsi dalam hal kontrak kerja konstruksi untuk proyek yang dibiayai
uang negara baik itu APBD atau APBN dimana cidera janji selalu dihubungkan
dengan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU
No 20 Tahun 2001, Pasal 2 ayat (1) yang menjelaskan unsur-unsurnya adalah :
a.
Perbuatan
melawan hukum
b.
Melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
c.
Merugikan
keuangan Negara atau perekonomian
d.
Menyalahgunakan
kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan
kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Dalam kasus pidana korupsi unsur
perbuatan melawan hukum sebagaimana pasal tersebut harus dapat dibuktikan
secara hukum formil apakah tindakan seseorang dapat dikategorikan perbuatan
melawan hukum sehingga dapat memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat
menyebabkan kerugian keuangan Negara dan perekonomian Negara.
Kemudian institusi yang berhak untuk
menentukan kerugian Negara dapat dilihat di UU No 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), dalam Pasal 10 ayat (1) UU BPK yang menyebutkan : BPK
menilai dan atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan bendahara, pengelola
BUMN/BUMD, dan lembaga lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
Jika BPK menemukan kerugian Negara
tetapi tidak ditemukan unsur pidana sebagaimana UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001, maka aparat
penyidik dapat memberlakukan pasal 32
ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 yaitu : Dalam hal penyidik menemukan dan
berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat
cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka
penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada
Jaksa Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada
instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.
Pasal ini memberikan kesempatan
terhadap gugatan perdata untuk perbuatan hukum yang tidak memenuhi unsur tindak
pidana korupsi, namun perbuatan tersebut dapat dan atau berpotensi menimbulkan
kerugian negara. Sehingga dapat ditarik kesimpulan apabila terjadi kerugian
negara maka upaya penuntutan tindak pidana korupsi bukan merupakan satu-satunya
cara, akan tetapi ada cara penyelesaian yang lain yaitu cara penyelesaian masalah
melalui gugatan perdata.
4.
Aspek
Sanksi Administratif
Sanksi administratif yang
dapat dikenakan atas pelanggaran Undang-Undang Jasa Konstruksi yaitu :
1.
Peringatan
tertulis
2.
Penghentian
sementara pekerjaan konstruksi
3.
Pembatasan
kegiatan usaha dan/atau profesi
4.
Larangan
sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi dikenakan bagi pengguna jasa.
5.
Pembekuan
Izin Usaha dan atau Profesi
6.
Pencabutan
Izin Usaha dan atau Profesi.
PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
Prioritas Pembangunan Nasional Dalam
Bidang Infrastruktur dan Kebijakan Pemerintah Dalam Infrastuktur
Infrastruktur merupakan
salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya
saing di dunia internasional, disamping sektor lain seperti minyak dan gas
bumi, jasa keuangan dan manufaktur. Melalui kebijakan dan komitmen pembangunan
infrastruktur yang tepat, maka hal tersebut diyakini dapat membantu mengurangi
masalah kemiskinan, mengatasi persoalan kesenjangan antar-kawasan maupun
antar-wilayah, memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi tekanan urbanisasi
yang secara keseluruhan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Infrastruktur dapat
didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistim struktur
yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat, sebagai
layanan dan fasilitas yang diperlukan, agar perekonomian dapat berfungsi dengan
baik. Istilah umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang
mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan
,kereta api,air bersih, bandara, kanal, waduk tanggul, pengelolahan limbah,
perlistrikan, telekomunikasi, Pelabuhan.secara fungsional, infrastruktur selain
fasilitasi,dapat pula mendukung berupa kelancaran aktifitas ekonomi masyarakat,
distritibusi aliran produksi barang dan jasa sebagai contoh bahwa jalan dapat
melancarkan transportasi pengiriman bahan baku sampai ke pabrik kemudian untuk
distribusi ke pasar hingga sampai kepada masyarakat.
Pembangunan infrastruktur mempunyai
manfaat langsung untuk peningkatan taraf hidup masyarakat dan kualitas
lingkungan, karena semenjak tahap konstruksi telah dapat menciptakan lapangan
kerja bagi masyarakat sekaligus menggerakkan sektor riil. Sementara pada masa
layanan, berbagai multiplier ekonomi dapat dibangkitkan melalui kegiatan
pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur. Infrastruktur yang telah
terbangun tersebut pada akhirnya juga memperbaiki kualitas permukiman dan
lingkungan. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur pada dasarnya
dimaksudkan untuk mencapai 3 (tiga) strategic
goals yaitu:
1.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk
mengurangi kemiskinan dan memperluas lapangan kerja;
2.
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan peran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa dan
meningkatkan akses infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal;
3.
Meningkatkan kualitas lingkungan, yang bermaksud untuk mengurangi
luas kawasan kumuh, perdesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, dan
pulau-pulau kecil.
Secara konseptual,
kebijakan paket infrastruktur ini bisa dikatakan cukup memadai, bahkan bisa
dikatakan cukup komprehensif karena menyentuh banyak aspek strategis terkait
pengembangan infrastruktur. Namun, tentu saja paket ini tidak otomatis berjalan
dengan sendirinya karena masih berfungsi seperti “blueprint” saja, yang perlu tindak lanjut manajemen pemerintahan di
lapangan. Terkait dengan paket tersebut, ada beberapa kritik yang harus
diperhatikan oleh pemerintah dalam penyusunan kebijakan infrastruktur.
Pertama, sejak tahun 2005,
pemerintah sudah memulai membuat kebijakan mengenai infrastruktur, yaitu
peningkatan peran swasta dalam pembangunan infrastruktur. Sebenarnya kebijakan
ini bagus dan sangat realistis karena kehadiran swasta diperlukan pada saat
anggaran pemerintah mengalami keterbatasan. Kebijakan ini diambil dengan
pertimbangan bahwa dana untuk pembangunan infrastruktur kurang dan tidak bisa
diambil dari dana APBN saja. Namun, pada perkembangan selanjutnya, yaitu tahun
2005 sampai sekarang, kebijakan ini hanya menjadi kebijakan tertulis tanpa ada
implementasi dan realisasi dari kebijakan tersebut. Sudah dapat dipastikan
bahwa hasil dari kebijakan tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Selama
ini peran swasta sama sekali belum dirasakan memadai, bahkan bisa dikatakan
hampir nihil karena paket kebijakan tersebut sepertinya hanya berada pada
tataran konsep saja. Implementasi paket kebijakan infrastruktur menjadi lebih
penting dari sekadar konsep.
Kedua, paket kebijakan
pemerintah yang sangat krusial dan paling sulit adalah dalam hal pengadaan
tanah. Dalam pengadaan tanah ini pemerintah hampir bisa dikatakan tidak bisa
menyelesaikan secara maksimal. Hal ini terjadi karena pemerintah harus
berhadapan dengan dinamika transisi demokrasi kurang terarah dan eforia
reformasi yang ada di dalam masyarakat. Masyarakat, atas nama reformasi, berani
menentang dan memberontak keras terhadap berbagai inisiatif yang datang dari
negara. Ketika pembangunan infrastruktur melewati tanah rakyat, negosiasi
sangat sulit dilakukan, padahal kebutuhan barang publik begitu mendesak.
Ketiga, pemerintah harus
membuat dan mempunyai target untuk mendukung rencana induk pengembangan
infrastruktur. Hal ini bisa dikatakan tidak terlalu sulit karena pemerintah
sudah mempunyai cetak biru, seperti pembangunan jalan tol, pasar, saluran air,
dan jembatan.
Keempat, masalah lain yang
kemudian muncul dalam kebijakan pembangunan infrastruktur adalah masalah
kelembagaan dan regulasi. Untuk masalah ini, pemerintah sudah membentuk semacam
komisi pengembangan infrastruktur. Kelembagaan baru ini semestinya lebih
produktif memfasilitasi koordinasi antarmenteri atau departemen. Akan tetapi,
semua itu bermuara pada implementasi di lapangan. Justru kelemahan selama ini
adalah dalam implementasi kebijakan yang langsung pada injeksi modal dan
memulai proyek. Kebijakan yang selama ini sudah ada tampaknya belum dapat
diimplementasikan dengan baik.
Prioritas pertama,
pemerintah meminta pemda memberikan fasilitas dan kemudahan dalam menjalankan
roda bisnis di daerah, yang diterapkan dalam wujud pemangkasan mekanisme
penanaman modal di Indonesia yang akan memberatkan investor. Prioritas kedua
adalah peningkatan pembangunan proyek infrastruktur di seluruh Indonesia guna
menunjang jalannya roda perputaran bisnis dan penyaluran produk di seluruh
wilayah Indonesia, terutama Indonesia Timur, serta upaya pemerintah pusat dan
daerah untuk melindungi dan membantu meringankan beban golongan menengah ke
bawah yang mengalami kesulitan dalam perekonomian.
Menurut Stone dalam
Kodoatie (2003) mendefinisikan insfrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas fisik
yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi
pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah dan
pelayanan lainnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial.
Infrastruktur merupakan pendukung utama dalam menunjang partisipasi investor,
baik lokal maupun internasional agar menanamkan modal di Indonesia, sehingga
berdampak pada bergairahnya arus perputaran modal dan akan menurunkan tingkat
pengangguran di Indonesia. Secara filosofis, pemerintah memiliki tujuan yang
berorientasi pada kesejahteraan serta keadilan bagi segenap lapisan rakyat.
Dengan pembangunan ini diharapkan, pertumbuhan ekonomi makro dapat
ditingkatkan, yang sekarang berkisar antara 4-5 % naik signifikan hingga
menyentuh angka tujuh persen per tahun. Selain itu, adanya pembangunan
infrastruktur yang merata dapat mentransformasikan kesan jawa-sentris yang
identik dengan pembangunan Indonesia yang terpusatkan di wilayah Jawa menjadi
Indonesia-sentris dengan pembangunan yang merata dan diutamakan daerah
terpinggirkan sehingga dapat menghilangkan kesenjangan antara pembangunan di
pulau Jawa dengan pembangunan di laur pulau Jawa. Pembangunan yang merata juga
memberikan kesan kehadiran pemerintah pusat dalam mengatasi salah satu
problematika yang terjadi pada suatu daerah, yaitu masalah infrastruktur.
Selain itu juga dapat meningkatkan kelancaran arus pergerakan barang dan manusia
yang semakin terkoneksi dan harga transportasi semakin terjangkau dan pada
akhirnya berdampak pada harga komoditas barang yang terjangkau, khususnya di
daerah luar pulau Jawa.
Ambisi pemerintah dalam membangun
infrastruktur nasional dibuktikan dengan upaya pemerintah melalui Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian untuk menginisiasi pembuatan mekanisme
percepatan penyediaan infrastuktur dan penerbitan regulasi terkait sebagai
payung hukum yang mengaturnya. Dengan bantuan dari KPPIP (Komite Percepatan
Penyediaan Infrastuktur Prioritas) adalah pemerintah dibantu dalam melakukan
proses seleksi daftar proyek-proyek yang dianggap strategis dan memiliki
urgensi tinggi serta diberikan fasilitas-fasilitas kemudahan pelaksanaan
proyek. Diharapkan, proyek-proyek strategis dapat direalisasikan dengan cepat.
Melalui KPPIP, proyek pembangunan memiliki dua kedudukan yang terdiri atas
Proyek Prioritas yang diatur melalui Peraturan Menko Perekonomian dan Proyek
Strategis Nasional yang diatur melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia
No. 58 tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Dalam produk hukum ini dapat dilihat bahwa program infrastruktur pemerintah
terdiri atas bermacam bidang seperti: Jalan tol, jalan non-tol, sarana dan prasarana
kereta api, bandar udara, pelabuhan, program perumahan, kilang minyak dan lain
sebagainya; yang apabila di jumlah sebanyak 248 proyek.
Hiperealitas Kehidupan Politik Ekonomi
Indonesia
Hiperealitas adalah istilah
yang digunakan sosiolog asal Prancis, Jean Baudrilland, untuk menjelaskan
keadaan yang realitas runtuh oleh rekayasa pencitraan, simulasi, dan
halusinasi. Hasil rekayasa tersebut memiliki porsi dominan dan dianggap
mengandung unsur kebenaran dari realitas sebenarnya. Hiperealitas digunakan untuk
menutupi kesalahan-kesalahan pemerintah yang berkuasa dan dimanfaatkan untuk
menggiring opini publik sehingga dampak negatif dari kebijakan yang dilakukan,
tidak diketahui dan diacuhkan oleh masyarakat.
Hiperealitas adalah salah
satu problematika negara Indonesia yang berujung pada penggiringan cara pandang
masyarakat atas segala kebijakan yang diterapkan pemerintah. Implikasi media
dalam menyukseskan politik hiprealitas menjadi faktor penting yang menjadi
kunci atas keberhasilan politik tersebut. Kharakteristik bangsa Indonesia yang
menjadikan media sebagai sumber utama dalam memperoleh berita-berita aktual dan
kurangnya minat baca masyarakat atas ilmu pengetahuan menyebabkan kurangnya
nalar kritis masyarakat dalam menganalisa realitas yang ada sehingga menimbulkan
sentimen aktualisasi media yang diberitakan telah berdasar pada realitas yang
ada dan diberitakan melalui berbagai macam sudut pandang. Akan tetapi, realitas
yang ada menunjukkan bahwa terdapat intervensi pemerintah dalam politik media
informasi terhadap berita aktual yang disampaikan.
ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)
Fungsi & Peran APBN, Struktur
& Susunan APBN, Prinsip-Prinsip dalam APBN
Secara umum, Pengertian
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah suatu daftar/penjelasan
secara rinci penerimaan dan pengeluaran negara dalam jangka waktu tertentu yang
umumnya 1 tahun.
A.
Fungsi
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
1.
Fungsi
Alokasi
Sebagai
alat dalam mengetahui alokasi yang diperlukan untuk masing-masing sektor
pembangunan, sebagai alat untuk mengatasi sasaran dan prioritas pembangunan
yang kemudian dilaksanakan pemerintah
2.
Fungsi
Stabilitasi
Sebagai panduan keteraturan
pendapatan dan belanja Negara, sebagai alat untuk menjaga stabilitas perekonomian
Negara, sebagai alat untuk mencegah dalam terjadinya inflasi dan deflasi yang
tinggi
3.
Fungsi
Regulasi
Sebagai alat untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
4.
Fungsi
Distribusi
Semua
penerimaan-penerimaan negara didistribusikan ke pos-pos pengeluaran yang telah
direncanakan, sebagai alat dalam pemerataan pengeluaran untuk tidak terpusat di
salah satu sektor saja
B.
Peran
APBN
1.
APBN
sebagai alat mobilisasi dana investasi, APBN di negara-negara sedang berkembang
adalah sebagai alat untuk memobilisasi dana investasi dan bukannya sebagai alat
untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu, besarnya
tabungan pemerintah pada suatu tahun sering dianggap sebagai ukuran berhasilnya
kebijakan fiskal. Baik pengeluaran maupun penerimaan pemerintah mempunyai
pengaruh atas pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dapat memperbesar
pendapatan nasional (expansionary),
tetapi penerimaan pemerintah dapat mengurangi pendapatan nasional (contractionary).
2.
APBN
sebagai alat Stabilisasi Ekonomi,
i.
Pemerintah
menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan
mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Anggaran
belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak
melebihi penerimaan total.
ii.
Tabungan
pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu
menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber
pembiayaan pembangunan.
iii.
Basis
perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara
mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.
iv.
Prioritas
harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang
pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan
negara dibatasi.
v.
Kebijaksanaan
anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal
sumber-sumber dalam negeri.
C.
STRUKTUR
DAN KOMPONEN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)
1.
Pendapatan
Negara dan Hibah
Pendapatan
negara adalah penambahan nilai kekayaan bersih dalam sebuah negara. Beberapa
sumber pendapatan negara antara lain:
a.
Penerimaan
Pajak, meliputi :
I.
Pendapatan
Pajak Dalam Negeri
II.
Pendapatan
Pajak Perdagangan Internasional
b.
Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP), meliputi :
i.
Penerimaan
Sumber Daya Alam
ii.
Pendapatan
Laba BUMN
iii.
Pendapatan
Badan Layanan Umum (BLU)
iv.
Pendapatan
Negara Bukan Pajak Lainnya
2.
Belanja
Negara
Belanja
Negara adalah pengurangan nilai kekayaan bersih dari suatu negara oleh
pemerintahan dalam periode tertentu. Beberapa belanja negara antara lain :
a.
Belanja
Pegawai
b.
Belanja
Barang
c.
Belanja
Modal
d.
Belanja
Bunga dan Pinjaman
e.
Subsidi
(Energi dan Non Energi)
f.
Belanja
Hibah
g.
Belanja
Bantuan Sosial
h.
Belanja
Lain-lain
3.
Keseimbangan
Primer APBN
Keseimbangan
Primer adlah Jumlah pendapatan Negara dikurangi belanja negara diluar
pembayaran bunga utang. Pemerintah dianggap berhasil apabila jumlah pendapatan
negara lebih besar daripada belanja negara.
4.
Surplus/Defisit
Anggaran APBN
Surplus
Anggaran adalah keadaan dimana pendapatan negara lebih besar dari belanja
negara. Defisit Anggaran adalah keadaan dimana belanja negara lebih besar dari
pendapatan negara.
5.
Pembiayaan
APBN
Pembiayaan
adalah setiap penerimaan yang perlu dibayarkan kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan mupun
pada tahun anggarang berikutnya.
6.
Dana
Perimbangan
Dana
Perimbangan adalah transfer dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
dalam rangka program desentralisasi. Terdapat 3 jenis transfer, yaitu dana bagi
hasil penerimaan, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
7.
Dana
Otonomi Khusus
Dana
Otonomi Khusus diberikan kepada daerah yang memiliki karakteristik khusus yang
membedakan dengan daerah lain, contohnya propinsi Papua mendapat dana alokasi
yang lebih besar untuk mengatasi masalah yang kompleks di wilayahnya. Tujuan
alokasi tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan
mengurangi ketertinggalan dari propinsi lainnya.
D.
PROSES
PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)
Proses penyusunan anggaran
pendapatan dan belanja Negara terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut :
1.
Tahap
Pendahuluan
a.
Tahap
Perancangan
Pemerintah
menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dengan
penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala
prioritas, serta penyusunan budget exercise. Asumsi dasar APBN meliputi pertumbuhan
ekonomi negara, inflasi, nilai tukar mata uang (rupiah), suku bungan sertifikat
bank indonesia (sbi) tiga bulan terakhir, harga minyak nasional, lifting.
b.
Tahap
Rapat antarkomisi dengan mitra kerjanya untuk membahas rancangan tersebut
(departemen/lembaga teknis)
c.
Tahap
finalisasi penyusunan RAPBN oleh pemerintah
2.
Tahap
Pengajuan, Pembahasan, dan Penetapan APBN
Dimulai
dengan pidato presiden sebagai pengantar RUU APBN dan Nota Keuangan. Kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan baik antara Menteri Keuangan dan panitia anggaran
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau antar komisi dan departemen terkait. Menteri
Keuangan dan panitia anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau antar komisi
dan departemen terkait akan menetapkan penerimaan atau penolakan RAPBN
tersebut. Jika RAPBN diterima, maka akan disahkan menjadi APBN dan disampaikan
kepada pemerintah untuk dilaksanakan. Tetapi jika RAPBN ditolak, maka
pemerintah harus menggunakan APBN sebelumnya.
3.
Tahap
Pengawasan Pelaksanaan APBN
Tahap
pengawasan dilakukan oleh pengawas fungsional baik berasal dari eksternal (luar
pemerintah) maupun Internal (dalam pemerintah). Sebelum berakhirnya tahun
anggaran, biasanya di bulan November, pemerintah melalui Menteri Keuangan
membuat laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN dan melaporkannya
dalam bentuk Rancangan Perhitungan Anggaran Negara (RUU PAN) yang selambat-lambatnya
dilakukan lima belas bulan setelah berakhirnya pelaksanaan APBN tahun anggaran
terkait. Laporan ini harus disusun atas realisasi yang telah diaudit oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).
Prinsip-Prinsip
Dalam APBN
Sejak Orde Baru mulai
membangun, APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip: prinsip anggaran
berimbang (balance budget), prinsip anggaran dinamis dan prinsip anggaran
fungsional. Masing-masing prinsip ini dapat diukur dengan cara perhitungan
tertentu (Susento, 1995). Namun sejak tahun 1999 tidak lagi digunakan prinsip
anggaran berimbang dalam menyusun APBN. APBN disusun berdasarkan prinsip
anggaran defisit.
1.
Prinsip
Anggaran Defisit
Bedanya dengan prinsip anggaran
berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit ditentukan :
a.
Pinjaman
LN tidak dicatat sebagai sumber penerimaan melainkan sebagai sumber pembiayaan.
b.
Defisit
anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan DN + sumber pembiayaan LN (bersih).
2.
Prinsip
Anggaran Dinamis
Ada anggaran dinamis absolut dan
anggaran dinamis relatif. Anggaran dikatakan bersifat dinamis absolut apabila
TP dari tahun ke tahun terus meningkat. Anggaran bersifat dinamis relatif
apabila prosentase kenaikan TP (TP) terus meningkat atau prosentase
ketergantungan pembiayaan pembangunan dari pinjaman luar negeri terus menurun.
3.
Prinsip
Anggaran Fungsional
Anggaran fungsional berarti bahwa
bantuan/ pinjaman LN hanya berfungsi untuk membiayai anggaran belanja
pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran
belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar negeri hanya
sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin kecil
sumbangan bantuan/ pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran
pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran.
4.
Instrumen
Kebijakan Fiskal
1.
Pembiayaan
fungsional
Pengeluaran
pemerintah ditentukan dengan melihat akibat-akibat tidak langsung terhadap
pendapatan nasional.Pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta, bukan
untuk meningkatkan penerimaan pemerintah. Pinjaman dipakai sebagai alat untuk
menekan inflasi lewat pengurangan dana yang ada di masyarakat.
2.
Pengeluaran
Anggaran.
Pengeluaran
pemerintah, perpajakan dan pinjaman dipergunakan secara terpadu untuk mencapai
kestabilan ekonomi. Dalam jangka panjang diusahakan adanya anggaran belanja
seimbang. Namun pada masa depresi digunakan anggaran defisit.
5.
Analisis
Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal secara umum diarahkan pada empat sasaran
utama:
a.
Menciptakan
Stimulus Fiskal
Guna
menciptakan stimulus fiskal dengan sasaran penerimaan manfaat yang lebih tepat,
pemerintah telah mengeluarkan peraturan-peraturan administratif dan menciptakan
mekanisme penyaluran dana secara transparan.
b.
Memperkuat
Basis Penerimaan
Upaya
memperkuat basis penerimaan ditempuh melalui perbaikan administrasi dan
struktur pajak, ekstensifikasi penerimaan pajak dan bukan pajak, seperti
penjualan saham BUMN, penjualan asset BPPN.
6.
Mendukung
Program Rekapitalisasi Perbankan
Upaya untuk menunjang program
rekapitalisasi dan penyehatan perbankan dilakukan dengan memasukkan biaya restruktursiasi
perbankan ke dalam APBN.
7.
Mempertahankan
Prinsip Pembiayaan Defisit
Pemerintah tetap mempertahankan
prinsip untuk tidak menggunakan pembiayaan defisit anggaran dari bank sentral
dan bank-bank di dalam negeri. Pemerintah tetap mengupayakan pinjaman dari luar
negeri, yang diperboleh dari lembaga keuangan internasional seperti bank Dunia,
ADB, dan OECF serta sejumlah negara sahabat secara bilateral, terutama dalam
kerangka CGI.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Rahman. 2014. http://rahmanamin1984.blogspot.com/2014/03/teori-hukum-pembangunan.html. Diakses pada 21 Agustus
2018 pukul 20.00.
Anonim. 2016. https://iksanteguhpramono.wordpress.com/2018/01/07/prioritas-pembangunan-nasional-dalam-bidang-infrastruktur-dan-kebijakan-pemerintah-dalam-infrastruktur/. diakses pada 22 Agustus
2018 pukul 16.00.
Fauzie, Khalil. 2013. http://khalil-fauzi.blogspot.com/2013/10/bab-2-uu-dan-peraturan-pembangunan.html. Diakses pada 22 Agustus
2018 pukul 16.20.
Pratama, Rizky. 2018. https://www.selasar.com/jurnal/43329/Hiperealitas-Pembangunan-Infrastruktur-Perebutan-Hak-Atas-Ruang-dalam-Pembangunan-Infrastruktur-Nasional. Diakses pada 26 Agustus
2018 pukul 19.00.
Santoso, Edi. 2014. https://prezi.com/2rkp2e_ngueb/peran-apbn-dalam-pembangunan/. Diakses pada 24 Agustus
2018 pukul 13.00.
Subekti,
Agung. 2018. http://capucinoman.blogspot.com/2018/01/fungsi-dan-peran-apbn.html. Diakses pada 24 Agustus
2018 pukul 13.30.